Khutbah Jum'at - Generasi meninggalkan Shalat dan Mengikuti Syahwat

Khutbah Jum'at - Generasi meninggalkan Shalat dan Mengikuti Syahwat

 

Generasi meninggalkan Shalat & Mengikuti Syahwat

Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Allah Ta’ala berfirman:

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).

Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.

Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:

بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ (رواه مسلم في صحيحه برقم: 82 من حديث جابر).

(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).

Dan Hadits lainnya:

الْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. (رواه الترمذي رقم 2621 والنسائ 1/231 ،وقال الترمذي :هذا حديث حسن صحيح غريب).

Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih ghorib).

Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).

Penuturan dalam ayat Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-nabi dengan sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat generasi pengganti yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat kepatuhan yang tinggi itu, yakni sikap generasi penerus yang menyia-nyiakan shalat dan mengumbar hawa nafsu.

Betapa menghujamnya peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah "keluarga pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat merosot moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut manusia pilihan, berarti merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama besar, saleh dan benar-benar baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak mampu mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran bapaknya tidak diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang merosot. lantas, kata dan ucapan apa lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci dan saleh itu? Hanya ucapan “seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan.

Setelah kita bisa menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya perlu juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan memperbandingkan apa yang dikisahkan Al-Quran.

Kisah ayat itu, tidak menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat hidupnya para Nabi pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit, bahkan melawan para Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir, bukan berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut keluarga-keluarga pilihan itu justru merupakan pengkhususan yang lebih tajam. Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di bumi, saat itu ada orang-orang pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini diteruskan oleh generasi yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar.

Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di saat penjajah berkuasa, terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan sebagainya, ada tanam paksa dan sebagainya; mereka yang tetap teguh dan ta'at pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum muslimin yang tetap menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan Islam sebagai sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan Islam dan tanah airnya, tidak hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut menjajah bangsanya, mereka benar-benar orang-orang pilihan.

Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan dalam Al-Quran itu, dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah di saat gencarnya penjajahan itu, namun alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa kita fahami bahwa ayat itu mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.

Peringatan yang sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-benar, dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani Israel, yaitu generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.

Memberikan hak shalat

Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah itu kita sadari dan kita cari jalan keluarnya?

Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah selesai. Karena masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya mempertahankannya, kemungkinan akan lebih banyak desakan dan dorongan yang mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu).

Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan. Sudahkah kita berikan dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja kecil, pembantu rumah tangga, penjaga rumah makan, penjaga toko dan sebagainya untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada waktunya, terutama maghrib yang waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang terhimpit oleh peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong sesama muslim yang terhimpit itu?

Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diseleng-garakan dengan tujuan membina manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik kepada murid dan guru untuk menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara memadai di kampus-kampus dan tempat-tempat pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu diberi bimbingan secara memadai untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ?

Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut, tentang adanya generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.

Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya kita sambut pula dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang menyianyiakan shalat dan bahkan mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan pelaksanaan agama dengan amar ma'ruf nahi munkar secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal beragama, kita akan mewariskan generasi yang benar-benar diharapkan, bukan generasi yang bobrok seperti yang telah diperingatkan dalam Al-Quran itu.

Fakir miskin, keluarga, dan mahasiswa

Dalam hubungan kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi, terutama masalah kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh kepada fakir miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya basah ketika dicuci pada musim hujan?

Dalam urusan keluarga, sudahkah kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap waktu shalat, agar mereka tidak lalai?

Dalam urusan efektifitas da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid kampus pendidikan Islam: IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ataupun STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) yang jelas-jelas mempelajari Islam itu, agar para alumninya ataupun mahasiswa yang masih belajar di sana tetap menegakkan shalat, dan tidak mengarah ke pemikiran sekuler yang nilainya sama juga dengan mengikuti syahwat?

Lebih penting lagi, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau langgar untuk shalat ke masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor menjadi lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing --bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan?

Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.

Shalat, tali Islam yang terakhir

Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam

لَيَنْقُضَنَّ عُرَا اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِيْ تَلِيْهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ. (رواه أحمد).

Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia (dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).

Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu. Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah "adho'us sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.

Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya. Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat, sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan.

Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Maka marilah kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita dari kebinasaan yang jelas-jelas diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Dakwah dalam Islam, Kepemimpinan, Kepribadian Muslim, Membangun Keluarga Islam

Dakwah dalam Islam, Kepemimpinan, Kepribadian Muslim, Membangun Keluarga Islam

DAKWAH DALAM ISLAM

3.1.  Kesimpulan

1.       Dakwah adalah menyeru, memanggil, mengajak, suatu yang baik dan benar, dilakukan melalui lisan, tulisan maupun perbuatan guna menyampaikan ajaran islam kepada umat islam.

2.       Dakwah juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Dakwah islamiah yang asli

·         Dakwah yang bersifat Rabbani

·         Dakwah yang membawa makna Islah

3.       Tujuan Dakwah dalam islam merupakan tujuan umum untuk membangun masyarakat yang lebih baik melalui pengetahuan yang mendalam dalam ajaran islam serta mengubah manusia kea rah yang lebih baik didunia dan di akhirat, sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan.

4.       Aspek Dakwah diantarnya

1.       Media dakwah

2.       Media fisik

3.       Mad’u

5.       Manajemen (perencanaan) adalah suatu proses pemikiran terhadap penentuan  pekerjaan yang akan dikerjakan untuk waktu kedepannya dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

6.       Proses perencanaan Dakwah terdiri dari :

1.       Perkiraan masa depan

2.       Perumusan sasaran dan tujuan

3.       Menyusun program

4.       Penjadwalan

5.       Penetapan prosedur

6.       penganggaran

KEPEMIMPINAN

2.1.    PENGERTIAN PEMERINTAHAN ISLAM

1.1.  Kesimpulan

 

Pemerintahan Islam adalah sebuah sistem pemerintahan yang unik dan khas serta tidak bisa disamakan atau diidentikkan dengan semua jenis sistem pemerintahan yang diciptakan manusia di muka bumu ini karena pada hakikatnya pemerintahan Islam adalah sebuah sistem pemerintahan yang diturunkan oleh Allah. Sedangkan sistem pemerintahan yang selama ini kita kenal merupakan sistem pemerintahan yang dirumuskan berdasarkan kemampuan manusia yang tidak pernah terlepas dari kelemahan, kekurangan, serta ambisi - ambisi terselubung. 

Fungsi pemerintahan islam, yaitu menenegakkan perintah Allah atau dengan kata lain menegakkan islam sendiri dimana Al-Qur’an telah menugaskan kepada pemerintahan islam supaya memusnahkan syirik dan menguatkan islam, mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat, menyuruh untuk beramal ma’ruf dan mencegah untuk berbuat munkar, mengurus kepentingan-kepentingan manusia yang diatur dalam batas-batas hukum Allah.

Tujuan pemerintahan Islam, yaitu:

1.       Untuk melaksanakan ketentuan  agama sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan ikhlas serta patut dan untuk menghidupkan sunnah serta memerangi  bid’ah, agar seluruh manusia dapat melakukan ketaatan kepada Allah swt.  Dan

2.       Memeperhatikan dan mengurus persoalan-persoalan duniawi, misalnya menghimpun dana dari sumber-sumber yang sah dan menyalurkannya kepada yang berhak, mencegah timbulnya kedzaliman dan lainnya.

Prinsip Pemerintahan Islam, yaitu :

a.        Prinsip Tauhid

b.       Prinsip syura

c.        Prinsip keadilan

d.       Prinsip Kebebasan.

e.        Prinsip persamaan.

f.        Hak Menghisab Pihak Pemerintah

Syarat kepemimpinan dalam islam, yaitu :

a.        Adil yang mencakup segala aspeknya

b.       Memiliki ilmu pengetahuan

c.        Memiliki pandangan yang luas dan kebijaksanaan

d.       Sehat panca indranya

e.        Sehat anggota badan

f.        Berani

g.       Mempunyai visi dan misi yang jelas.

h.       Sifat rendah hati

i.         Sifat terbuka untuk dikritik

j.         Sifat jujur dan memegang amanahSifat berlaku adil

k.       Komitmen dalam perjuangan

l.         Bersikap demokratis

m.     Berbakti dan mengabdi kepada Allah.

Karakteristik Pemerintahan Islam diantaranya :

a.        Bersifat Komperhensif

b.       Bersifat Luas

c.        Bersifat praktis

d.       Bersifat manusiawi.

Kerangka Pokok Pemerintahan Islam

                i.      Tanggung Jawab Pemerintah

              ii.      Kesatuan Ummat

            iii.      Menghargai Aspirasi Rakyat

Perbedaan Pemerintahan Islam dengan pemerintahan zaman sekarang :

1.       Pemerintahan Islam Bukan Monarchi

Sistem pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan dipegang oleh orang yang dibai'at oleh umat dengan penuh ridla dan bebas memilih.

2.       Pemerintahan Islam Bukan Republik

Sistem Republik berdiri di atas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan rakyat. Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam, serta hukum-hukum syara'. Dimana kedaulatannya di tangan syara', bukan di tangan umat. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT. semata.

3.       Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran

Sistem pemerintahan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara. Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan (ras).

4.       Pemerintahan Islam Bukan Federasi

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan.

KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

BAB III PENUTUP

3.1    Simpulan

1.     Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

2.     Asas Ekonomi Islam yakni:

·      Asas Pertama : Kepemilikan (Al-Milkiyyah)

·      Asas Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)

·      Asas Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia

Tujuan Ekonomi Islam yakni:

1)    Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi    masyarakat dan lingkungannya.

2)    Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.

3)    Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencaku p lima jaminan dasar:

§ keselamatan keyakinan agama ( al din)

§ kesalamatan jiwa (al nafs)

§ keselamatan akal (al aql)

§ keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)

§ keselamatan harta benda (al malnomi)

3.     Prinsip Ekonomi  dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka Ekonomi Islam yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip Ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam perilaku Ekonomi. Keberadaan prinsip dan nilai Ekonomi Islam dua hal yang tidak dapat di pisahkan.

4.     Beberapa contoh dalam perekonomian yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari menurut syariat islam, diantaranya berdagang, berbisnis, dan system perbankkan  menurut syariat islam.

 

KEPRIBADIAN MUSLIM

3.1  Simpulan

Pengertian kepribadian menurut penulis

Kepribadian muslim dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriah maupun batiniah.

Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah). kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya.

1.       Membentuk nilai-nilai islam dalam keluarga

Bentuk penerapannya adalah dengan melaksanakan pendidikan akhlak dilingkungan rumah tangga. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: Memberi bimbingan untuk berbuat baik terhadap orang tua. Memlihara anak dengan kasih sayang. Memberi tuntutan akhlak kepada anggota keluarga. Membiasakan untuk menghargai peratuaran dalam rumah tangga. Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antar sesame kerabat.

2.       Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubungan social

Kegiatan pembentukan hubungan social menurut penerapan nilai-nilai akhlak dalam pergaulan social. Langkah-langkah pelksanaannya mencakup: Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela.Mempererat hubungan kerjasama,
Meningkatkan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan member manfaat dalam kehidupan bermasyarakat, Membina hubungan menurut tata tertib.

3.       Membina nilai-nilai islam dalam kehidupan bernegara.

Membina nilai-nilai islam dalam kehidupan bernegara ditunjukkan untuk membentuk hubungan timbal balik antara rakyat dengan kepala negaranya.langkah-langkah yang dilakukan meliputi: Kepala Negara berkewajiban untuk bermusyawarah dengan rakyatnya.

karakter atau ciri pribadi muslim :

ü  Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)

ü  Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)

ü  Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)

ü  Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)

ü  Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)

ü  Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)

ü  Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)

ü  Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)

ü  Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)

ü  Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)

1.       Hal-hal yang harus dibangun pada pribadi muslim:

·         Ruhiyah (Ma’nawiyah)

·         Fikriyah (‘Aqliyah)

·         Amaliyah (Harokiyah)

2.       Aspek-aspek yang terkait dengan ma’nawiyah seseorang :

·         Aspek Aqidah.

·          Aspek akhlaq.

·         Aspek tingkah laku.

 

3.     Hal-hal yang meliputi dalam fikrah :

·         Wawasan keislaman.

·         Pola pikir islami.

·         Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam.

4.       3 alasan orang harus beramal :

·         Kewajiban diri pribadi.

·         Kewajiban terhadap keluarga.

·         Kewajiban terhadap dakwah.

1.          Unsur yang melemahkan kepribadian seorang muslim

menurut sebagian orang ada yang memandang bahwa amal perbuatan yang bertentangan dengan Islam telah mengeluarkan seseorang dari Islam. Segala perbuatan yang berlawanan dengan sifat seorang muslim, berarti pasti telah menghilangkan syakhshiyah lslamiyah yang ada pada diri seorang muslim. Pandangan tersebut tidak bisa diterima, karena pada hakekatnya bentuk tingkah laku yang salah dari seorang muslim tidak akan menghilangkan syakhshiyah lslamiyah yang ada padanya. Hanya saja, perbuatan seperti itu secara berangsur-angsur akan melemahkan syakhshiyahnya. Oleh karena itu tidak dibenarkan bila dalam kondisi yang demikian ada yang menghujat seseorang “telah keluar dari Islam” atau ada yang mengatakan “dalam dirinya terbentuk syakhshiyah non Islam”. Ia terjatuh dalam perbuatan maksiat, atau terkadang la malas melaksanakan perintah yang fardhu. Atau la tidak mengetahui bila hal-hal tersebut bertentangan dengan Aqidah ls!amiyah dan sifat-sifat khusus Syakhshiyah lslamiyah. Atau mungkin pula setan telah merasuk dalam dirinya sehingga la melakukan amal perbuatan yang bertentangan dengan aqidah, berlawanan dengan sifat seorang muslim atau berlawanan dengan perintah dan larangan Allah. la melakukan semua atau sebagian dari perbuatan itu pada saat la memeluk aqidah Islamiyah dan mengambilnya sebagai asas bagi pemikiran serta kecenderungannya.

1.       Sebab iltizaam menjadi lemah

Ø  Dho’ful iiman (lemahnya iman)

Iman mempunyai sifat berkurang dan bertambah. Namun dengan adanya sifat ini bukan untuk diberi toleransi  justru sebaliknya ketika kita merasa harus selalu menjaga iman supaya tidak terlena dengan kesia –siaan yang mengantarkan kita kepada kerugian. Iman hanya akan stabil dengan komitmen amalan sholeh yang kita sendiri pula yang bisa merasakan. Maka sekuat apapun kita harus menjaga untuk melakukan kebaikan  (yang menguattkan iman) dan sekuat tenaga menjauhi yang melemahkan iman. Segala yang berlebihan akan melemahkan iman bahkan yang makruh dan yang mubah.

Ø  Berkurangnya interaksi dengan Al – Quran ( dho'fu ta'aamilu ma'alquraan)

Al quran adalah pedoman hidup (Minhaajul khayaah). Itulah kenapa orang yang kuat interaksi dengan alquran hatinya hidup. Hidup karena dijaga Allah. Sejuk karena Al-quran memang diciptakan sebagai pedoman. Bagaimana orang yang berjalan dengan pedoman? Dia tidak akan tersesat karena punya pedoman hidup. Namun bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai pedoman hidup? Bisa dipastikan salah alamat atau tersesat. Astaghfirullahal’adziim.

Ø  Lemahnya control /evaluasi (dho'fulmutaaba'ah)

 

Ø  Menerima dunia dan bergantung kepadanya (iqbaaluddunyaa wattakhalluubihaa)

 

Orang yang sukses dunia saja disebut orang yang khoosir (rugi ) sedangkan orang yang sukses akhirat disebut sebagai orang yang beruntung (faaizun). Sebagai seorang muslim yang mempunyai iltizaam yang tinggi sebaiknya bisa sukses dunia dan akhirat.

Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan dua acuan yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh amalan nilai-nilai yang datang dari Allah SWT.

Tsabat (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Untuk mencapai tsabat,berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah ada 15 petunjuk untuk memelihara kekuatan dan keteguhan iman.

1.       Akrab dengan Al Qur’an.

2.       Iltizam (komitmen) terhadap syari’at Allah

3.       Mempelajari Kisah Para Nabi

4.       Berdo’a

5.       Dzikir kepada Allah

6.       Menempuh Jalan Lurus

7.       Menjalani Tarbiyah

8.       Meyakini Jalan yang Ditempuh

9.       Berdakwah

10.     Dekat dengan Ulama

11.    Meyakini Pertolongan Allah

12.    Mengetahui Hakekat Kebatilan

13.    Memiliki Akhlak Pendukung Tsabat

14.     Nasehat Orang Shalih

15.     Merenungi Nikmatnya Surga

makalah saya potret islam masa kini gda softfilenya, maaf y ! g tw nyangkut dimana tuh. tp ini subbabnya..
2.1 Islam dTimur Tengah, Barat, dan Indonesia
- Islam di Timur Tengah intinya tim teng juga ikut trmodernisasi islamna
- Islam barat mah g sesuai konsep, malah komunitas trbesar islam dsana itu g mengenali Rasulullah sbg nabi akhir zaman
- Islam diindo intinya islamnya tuh sesuai azas

2.2 Prosfek Dunia Islam di Masa yang Akan Datang
- Islam dimasa yg akan dtg (intinya islam bkal jaya lg)
- Islam akan menyebar ke sluruh dunia dan membawa kemakmuran serta keamanan)
- Berita ttg kembalinya kkhalifahan yang berdasarkn konsep nabi
- Pengasan alquran ttg kmenangan islam ( liat attaubah ayat 9, ash-shaf ayat 61, annur ayat 24)

2.3 Islam dalam Pandangan Barat dan Non Muslim
Intinya islam teh dpt respon baiklah

Silahkan kembangkan !!

klompok 1 (Islam dan Pendidikan )
Intinya ada pengertian, tujuan, metode, sumber pendidikan, prinsip, media sm evaluasi

 

MEMBANGUN KELUARGA ISLAM

1.1    Kesimpulan

Ø  Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasi bio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungan silaturrahim.

Ø  Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Ø  Pilar dalam berkeluarga islam:

1.       Iman dan Taqwa

2.       Hubungan Yang Baik

3.       Tugas Suami

4.       Tugas Istri

Ø  Ciri-ciri keluarga islami:

1.       Keluarga yg dibina di atas prinsip2 Islam; rabbani, menghormati hak dan kebebasan individu yg dikawal oleh ajaran Islam, mengamalkan persamaan status manusia kecuali yg telah ditentukan berbeza oleh Islam, melaksanakan keadilan, musyawarah dan mendukung perdamaian sejagat.

2.       Dapat menyempurnakan rukun2 keluarga; sakinah, muwaddah dan rahmah. Rumahtangga mestilah mampu menjadi tempat tinggal yg menenangkan, tempat membina rasa cinta dan kasih sayang sesama keluarga dan menjadi sumber memupuk rasa belas kasihan dan tanggungjawab.

3.       Dapat memainkan peranan sebagai institusi mendidik anak2 sehingga mereka menjadi generasi yg muttaqin, amilin, solihin, muslihin dan layak memikul tugas sebagai hamba Allah.

 

 

 

4.       Dapat memenuhi objektif perkawinan:

·         Untuk memenuhi tuntutan kepuasan naluri seksual sebagai satu cara yg dapat mengurangkan ketegangan saraf yg mengesani ketenangan jiwa dan emosi manusia.

·         Untuk menjamin pembiakan keturunan manusia secara yg sah daripada sudut agama dan undang2 serta mulia dari sudut pandangan masyarakat manusia yg normal.

·         Menentukan supaya keturunan manusia dapat disahkan, memelihara status rumahtangga, hubungan keakraban yg harmoni, erat dan mesra.

·         Menjamin keredhaan, rahmat dan restu Allah dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

 

Ø  Untuk mengetahui cara membina keluarga dalam  Islam.

Ø  Langkah-langkah menuju keluarga islami.

1.       Mempunyai perhatian dan menuntut ilmu agama yang benar

2.       Memberikan perhatian pada pelaksanaan ibadah kepada Alloh secara benar dengan berbagai macamnya

3.       Berusaha meningkatkn keimanan dengan :

·      Shalat malam

·      Selalu membaca Alquran dan tafsirnya

·      Menghafal dan berdzikir sesuai dngan waktu dan kesempaan

·      Bersedekah

·      Membaca buku Islam yg benar

·      Menhadiri kajian ilmu yang benar

·      Memilih teman dekat yg baik dan paham agama

·      Menolak keburukan dan menutup jalan dengan menjauhkan istri atau suami dari teman2 dan tempat yg buruk.

4.       Untuk mengetahui keluarga dalam pandangan islam.

5.       Untuk mengetahui pengertian Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah.

6.       Untuk mengetahui ciri-ciri keluarga sakinah, Mawaddah, warahmah.

7.       Untuk mengetahui cara/upaya menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

Ø  Keluarga dlm pandangan Islam memiliki nilai yg tdk kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dgn meletakkan kaidah-kaidah yg arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adl batu bata pertama utk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yg diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yg mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

Ø  Keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai.

Ø  Upaya-upaya menciptakan keluarga Sakinah, Mawadah, Warahmah

a.        Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah

b.       Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)

c.        Mengetahui Peraturan Berumahtangga

d.       Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak

e.        Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar

Ø  Upaya Menciptakan Sakinah, Mawaddah, Warahmah

1.       Memilih kriteria calon suami atau istri dengan tepat

2.       Dalam keluarga harus ada mawaddah dan rahmah

3.       Saling mengerti antara suami-istri

4.       Saling menerima

5.       Saling menghargai

6.       Saling mempercayai

7.       Suami-istri harus menjalankan kewajibanya masing-masing

8.       Suami istri harus menghindari pertikaian

9.       Hubungan antara suami istri harus atas dasar saling membutuhkan

10.    Suami istri harus senantiasa menjaga makanan yang halal

11.    Suami istri harus menjaga aqidah yang benar

KELOMPOK EVA

Tak seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu merawat bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini insya’allah membantu kita dalam usaha mulia itu.

Tsabat (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu sangat perlu mendapat perhatian serius.

Pertama

 Pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala bidang telah menjadi fenomena umum.

Kedua

Banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada awal kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap muslim tetap memiliki kekuatan iman.

Ketiga

 Pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Dinamakan hati karena ia (selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin.” (HR. Ahmad, Shahihul Jami’ no. 2361)

Maka, mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras, agar hati tetap teguh dalam keimanan.

Dan sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur’an dan Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat.

Berikut ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah untuk memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita.

1.       Akrab dengan Al Qur’an

Al Qur’an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur’an adalah tali penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan berpegang teguh dengan Al Qur’an niscaya Allah memeliharanya; siapa mengikuti Al Qur’an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang mendakwahkan Al Qur’an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus. Dalam hal ini Allah berfirman:

وَقالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزّلَ عَلَـيْهِ القُرآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذلكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْناه تَرْتِـيلاً

“Orang-orang kafir berkata, mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (Al Furqan: 32-33)

Beberapa alasan mengapa Al Qur’an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat adalah: Pertama, Al Qur’an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa seseorang, karena melalui Al Qur’an, hubungan kepada Allah menjadi sangat dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur’an diturunkan sebagai penentram hati, menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari hempasan berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur’an menunjukkan konsepsi serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin akan menjadikan Al Qur’an sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur’an menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya. Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya, maka turunlah ayat:

ما وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَما قَلى. وقيل: وَما قَلى ومعناه: وما قلاك، اكتفاء بفهم السامع ما وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَما قَلى

وهذا جواب القسم، ومعناه: ما تركك يا محمد ربك وما أبغضك

.لمعناه،

 “Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu.” (Adl Dluha: 3) (Tafsir Al Thobary) Orang yang akrab dengan Al Qur’an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al Qur’an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur’an berikut tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.

2.       Iltizam (komitmen) terhadap syari’at Allah

Allah berfirman:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia kehendaki.” (Ibrahim: 27)

Yg si maksud dg Al Qoulu al Tsabit adalah bacaan Syahadatain dalam Dunia, dan kelak di alam Barzah mampu menjawab pertanyaan2 Malaikat Munkar dan Nakir.

Di ayat lain Allah menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud.

 

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ       وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا

 “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan yg di wajibkan atas mereka untuk membunuh diri kamu sendiri atau Keluar dari Negri Kamu (seperti yg telah di perintahkan Oleh Allah kepada Bani Israil atas kesalahannya menyembah Anak lembu Emas), tidaklah mereka (Kaum Munafiqin) mengerjakannya kecuali sedikit dari mereka, Jikalau mereka melaksanakannya tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran).” (An Nisa’: 66)

Ayat di atas adalah Kritik pedas bagi Orang2 Munafiq yg enggan melaksanakan Perintah Allah, yg pada waktu itu menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas adalah ثابت بن قيس بن شماس الأنصاري dalam Riwayat lain Rosulullah sendiri mengatakan Jika Perintah tersebut benar2 turun, maka ابن أم عبد adalah yg termasuk di dalamnya (lihat Tafsir Ibnu Katsir) maka ketika itu Sayyiduna Abu Bakar berkata:

يا رسول الله، والله لو أمرتني أن أقتل نفسي لفعلت، قال: “صدقت يا أبا بكر”.

“Wahai Rosulullah, Demi Allah andai Tuan memerintahkan kepadaku untuk bunuh dirri maka aku laksanakan, Berkata Rosulullah Shollallahu ‘alai wa Sallam: Engkau benar wahai Abu Bakar” (Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal 533).

Maka jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh.

3.       Mempelajari Kisah Para Nabi

Mempelajari kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah ini dalam firman-Nya: “Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud: 120)

Sebagai contoh, marilah kita renungkan kisah Nabi Ibrahim Alaihis Salam yang diberitakan dalam Al Qur’an:

 (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ

(70)قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آَلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ

“Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (Al Anbiya’: 68-70)

Bukankah hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan membuahkan keteguh-an iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang tegar menghadapi kezhaliman Fir’aun demi menegakkan agama Allah.

Kita juga akan terkenang dg Peristiwa Keteguhan Iman Nabiyullah Ibrahim dan Ismail ‘alihimassalam ketika mendapatkan perintah untuk di sembelih.

Tak sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari alasan mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut gertakan penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar ma’ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu diubah).

Bukankah dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya.

4.       Berdo’a

Di antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do’a yang tertulis dalam firmanNya:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (Ali Imran:

وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami serta tolonglah kami dari orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 250)

Agar hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak memanjatkan do’a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam shalat.

“Wahai (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu.” (HR. Turmudzi)

Banyak lagi do’a-do’a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk berdo’a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian kehidupan.

5.       Dzikir kepada Allah

Dzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat. Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.” (Al Anfal: 45)

Dalam ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik untuk mencapai tsabat dalam jihad.

Ingatlah Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma’adzallah (aku berlindung kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?

Demikianlah pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang beriman.

6.       Menempuh Jalan Lurus

Allah berfirman: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga menceraiberaikan kamu dari jalanNya.” (Al An’am: 153)

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu golongan yang selamat

 (HR. Ahmad, hasan)

Dari sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti dalam praktek keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan hadits , jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya. Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan).

Itulah yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas. Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi’in dan para imam shalihin/ Imam Madlhab. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.

Orang yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari kegoncangan Aqidah kea rah Pentasybihan dan Tajsim, dalam satu kesempatan slogan yg Ia dengungkan adalah “Kembali kepada Al Qurandan Hadist yg Sahih”, sedangkan Hadist itu sendiri telah di upayakan untuk di Bonsai dalam Pot Pot Kepentingan Iri dan Dengki.Penafsiran Al Quranpun lebih cenderung ke Arah Tekstual tanpa memandang Otoritas ‘Ulama yg telah di akui dalam akademi Keilmuannya.

7.       Menjalani Tarbiyah

 

Tarbiyah (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak. Paling tidak ada empat macam :

a)       Tarbiyah Imaniyah

yaitu pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja’ (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur’an dan Sunnah. Para Mursyid yg telah Kenyang dg pola Kejiwaan akan lebih bijak dalam menanmkan Pembelajaran dan Rasa sebagai Hamba terhadap Tuhannya.

b)       Tarbiyah Ilmiyah

Ialah sebuah metode Pembelajaran dalam memahami Ilmu2 Agama yg di mulai dari jenjang yg paling rendah, bertahap dan berproses dg di sertai Fan Fan yg mendukung kearah Pemahaman yg tidak hanya bersifat Doktrinal. Tidak sebuah Doktrin Instan dari Hasil Terjemah2 yg tidak bisa di ganggu gugat keabsahannya.

c)       Tarbiyah Wa’iyah

yaitu pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar. Dg ini seseorang akan peka dalam menyikapi perkembangan Sosial yg ada.

d)       Tarbiyah Mutadarrijah

yaitu pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.

Itulah beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa.

8.       Meyakini Jalan yang Ditempuh

Tak dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat (keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:

Pertama, kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.

Kedua, kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita pegang, sebagai-mana firman Allah: “Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih.” (QS. 27: 59)

Bagaimana perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati, binatang, orang kafir, penyeru bid’ah, orang fasik, orang Islam yang tidak mau berdakwah atau da’i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sesungguhnya.

9.       Berdakwah

Jika tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul untuk membebaskan manusia dari adzab Allah.

Maka tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia, bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Jika seorang da’i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan semakin menambah dan mengokohkan keimanannya.

10.    Dekat dengan Ulama

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Di antara manusia ada orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan.” (HR. Ibnu Majah, no. 237, hasan)

Senantiasa bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang. Tercatat dalam sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: “Di hari riddah (pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad.”

Bila mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya. Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan keteguhan iman ( Al Wabilush Shaib, hal. 97).

11.    Meyakini Pertolongan Allah

Mungkin pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah, tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia banyak membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman: Dan berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. ” (Ali Imran: 146-148)

12.    Mengetahui Hakekat Kebatilan

Allah berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri .” (Ali Imran: 196)

“Dan demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur’an (supaya jelas jalan orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat jahat (musuh-musuh Islam).”

 (Al An’am: 55)

“Dan Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna, sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap.” (Al Isra’: 81)

Berbagai keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman. Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.

13.    Memiliki Akhlak Pendukung Tsabat

Akhlak pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:”Tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabar-an.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Tanpa kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama mencapai tsabat.

14.    Nasehat Orang Shalih

Nasehat para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu, dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang banyak dan lain-lain.

 

Bahkan seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana pula halnya dengan kita?

15.    Merenungi Nikmatnya Surga

Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin.

Orang yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan dan kekuatan imannya.

Dalam meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir, istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau mengatakan: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah Surga”. (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih)

Mudah-mudahan kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita sehingga Allah menjadikan kita khusnul khatimah. Amin.

SOLUSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KONTENPORER

1.1       Kesimpulan

1.    Pendidikan Agama islam kontempoler di lingkungan keluarga adalah Pemberian pendidikan yang di lakukan oleh orang tua berdasarkan nilai-nilai Islami bersumber pada Al-Qur’an, Al-sunnah dan hasil ijtihad pakar pendidikan Islam yang berorientasi kekinian selaras dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat saat ini. Ploblematika Pendidikan agama islam di keluarga adalah kurangnya bimbingan orang tua, dan kesalahan mendidiknya, sehingga orang tua memberi kebebasan sehingga anak terjatuh pada jurang kemaksiatan.Solusinya yaitu, orang tua seharusnya memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya,dan orang tua harus pandai dan tepat memberikan kasih sayang kepada anaknya jangan kurang dan jangan berlebihan.

2.  Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam , terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran Islam, dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Problematika pendidikan agama secara umum hanya mengedepankan aspek   kognitif atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran. Solusi problematika disekolah dengan cara menambah jam pelajaran agama yang diberikan diluar jam pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

3. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang saling berinterksi satu dengan yang lainnya yang terdiri lebih dari satu kelompok atau golongan yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.

Problematika pendidikan Islam dibedakan menjadi 2 sumber internal dan eksternal. Sumber internal yang berasal dari dalam madrasah meliputi manajemen madrasah, SDM yang kurang, dll. Sedangkan pada eksternal yang berasal dari luar meliputi kebijakan pemerintah yang dikotomik dan paradigma yang negatif oleh masyarakat terhadap madrasah. Solusi pendidikan islam kontemporer di  masyarakat diharapkan tidak terbawa oleh pergaulan-pergaulan yang berada di luar yang negatif dengan memperkuat aqidah pada diri kita dan dapat menjadi masyarakt yang taat pada aturan islam.