Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar Perlunya/Latar Belakang
Pentingnya PKLH dalam Pendidikan
Entah berapa juta literkah bahan bakar yang digunakan di dunia ini untuk kebutuhan hidup manusia dalam setiap harinya, yang justru pembuangannya berakibat sangat buruk bagi kehidupan juga. Pada dasarnya manusia akan terus melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghiraukan akibat yang terjadi setelah yang mereka lakukan. Penurunan kualitas lingkungan kehidupan di bumi berlangsung terus menerus sampai hari ini sepanjang manusia belum sadar betapa pentingnya lingkungan. Eksploitasi sumber daya dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan. Hutan yang berada di Negara kita, yaitu Indonesia telah kehilangan 72% hutan alam yang areal hutannya menurun rata-rata 3,4 juta hektar pertahun.
Kawasan hutan di Indonesia menurun dratis dari 144 juta hektar (tahun 1950) menjadi hanya sekitar 92,4 juta hektar (1999). Tanah, air, udara sudah tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah domestik yang berasal dari rumah hunian dan sangat berakibat buruk bagi lingkungan dan kehidupan. Sudah banyak orang-orang yang menderita penyakit yang diakibatkan karena tercemarnya lingkungan seperti tanah, air, dan udara tersebut. Lebih dari 5 juta orang terserang muntaber yang diakibatkan oleh air yang tercemar oleh bermacam-macam limbah, banjir bandang yang baru-baru ini terjadi yang mengakibatkan jiwa-jiwa hilang dan sekitar 120 juta orang (60% penduduk) menderita cacingan akibat cemaran dari tinja. Itu semua terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab tanpa memikirkan akibat yang akan dialaminya, bahkan bukan saja dirinya orang lainpun juga ikut merasakan dampak negatifnya.
Adapun pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang semula bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ternyata tidak berhasil secara maksimal, justru hanya lebih banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependudukan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta.
Sedangkan Otto Soemarwoto (1997) mendefinisikan lingkungan hidup sebagai ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan benda tak hidup.
Sementara itu, menurut Nothern Illionis University, pendidikan lingkungan hidup adalah proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antarhubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Dari batasan ini tersirat makna bahwa sasaran PKLH berdimensi tidak hanya pemahaman (kognitif) manfaat perlunya keseimbangan/keselarasan hubungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup yang ada di bumi, tetapi juga menyentuh dan malah lebih penting yaitu dengan peningkatan sikap dan nilai positif terhadap permasalahan kependudukan dan lingkungan, sehingga mendorong peserta didik melakukan beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung.
B. Masalah Lingkungan
Masalah lingkungan hidup adalah suatu persoalan yang dihadapi semua bangsa di dunia baik bangsa yang maju dan berkembang. Menurut Emil Salim (1986), sudah sejak lama masyarakat Indonesia hidup akrab dengan lingkungan alam juga memiliki semangat kekeluargaan yang besar dalam lingkungan sosial, dengan kata lain masyarakat Indonesia telah menerapkan pola hidup yang serasi dengan lingkungan hidup.
Lingkungan terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur abiotok, unsur biotik dan unsur sosial dan budaya.
a. Unsur abiotik
Unsur abiotik dengan kata lain unsur yang tidak hidup, adapun komponen-komponenya adalah: air, udara dan tanah.
b. Unsur biotik
Unsur biotik adalah segala sesuatu yang berada disekitar kita yang berwujud makhluk hidup. Misalnya hewan dan tumbuhan.
c. Unsur sosial dan budaya
Manusia adalah sebagian dari unsur-unsur ekosistem yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, seperti halnya dengan organisme lainnya, kelangsungan hidup manusia tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya.
Pengaruh manusia terhadap lingkungan ada tiga, yaitu perusakan lingkungan, pelestarian lingkungan, dan perbaikan lingkungan.
• Kerusakan lingkungan atau masalah lingkungan
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan, antara lain kerusakan lingkungan lahan, kerusakan lingkungan air, dan kerusakan lingkungan udara.
1. Kerusakan lingkungan lahan
Beberapa hal yang menyebabkan rusaknya lingkungan lahan hingga mengakibatkan lahan kritis, antara lain adanya :
Penebangan hutan oleh masyarakat petani untuk memperoleh lahan pertanian baru.
Penebangan hutan yang dilakukan para pengusaha tanpa memerhatikan tebang pilih, berakibat hutan menjadi lahan gundul, hewan banyak yang mati. Akibat lainnya adalah akan mengakibatkan tanah longsor dan banjir pada waktu musim penghujan, karena sudah tidak ada daerah resapan air sehingga air langsung mengalkir di daerah permukaan. Sehingga pada waktu musim kemarau air akan sulit didapat baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk pertanian dan indrustri.
2. Kerusakan lingkungan air
Hal paling utama yang menyebabkan kerusakan lingkungan air adalah pembuangan limbah yang mengakibatkan pencemaran uar, yang sangat berbahaya bagi kehidupan.
3. Kerusakan lingkungan udara
Hal utama yang menyebabkan kerusakan lingkungan udara adalah pembuanagn limbah gas mesin yang di hasilkan dari industri-industri, asap kendaran, terlalu banyaknya bahan kimia yanjg digunakan juga berpengaruh terhadap lingkungan, misalnya parfum.
Contoh Pelestarian Lingkungan
Untuk mengatasi dan menjaga agar sumber daya alam dan lingkungan tetap lestari, masyarakat harus :
1. menjaga agar tidak merusak lingkungan,
2. memelihara dan mengembangkan agar sebagai sumber daya alam tetap tersedia,
3. daya guna dan hasil guna harus dilihat dalam batas-batas yang optimal,
4. tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain,
5. pilihan penggunaan sumber daya alam guna persiapan di masa depan.
C. Masalah Kependudukan
1. Pengertian Masalah Kependudukan
Penduduk suatu negara merupakan objek dan subjek pembangunan. Sebagai objek artinya penduduk merupakan faktor yang harus dibangun atau ditingkatkan kualitasnya, sebagai subjek penduduk merupakan faktor pelaku proses pembangunan. Dilihat dari sisi lain, penduduk merupakan beban sekaligus potensi bagi suatu negara. Dikatakan beban karena negara harus memberikan pelayanan kepada penduduknya, dan dianggap sebagai potensi karena penduduk merupakan faktor kekuatan negara dari unsur SDM.
Apabila suatu negara tingkat pertumbuhannya sangat tinggi, negara tersebut mengalami masalah kependudukan. Karena wilayah yang sudah tersedia tidak kuat lagi menampung penduduk. Sebaliknya jika pertumbuhan di suatu negara rendah atau negatif ( semakin berkurang ), ini juga menimbulkan masalah. Sebab penduduk negara tersebut akan habis. Begitulah permasalahn kependudukan yang terjadi pada sebuah negara. Jadi masalah kependudukan adalah masalah yang berhubungan dengan dinamika keadaan penduduk.
2. Masalah Kependudukan di Indonesia
Jumlah penduduk yang besar bukanlah suatu masalah, sebab apabila semua penduduknya memiliki kualitas SDM yang baik maka justru akan memberikan kontribusi kepada negara.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah sebagai berikut
a. Masalah Penduduk yang Bersifat Kuantitatif
• Jumlah penduduk besar
Penduduk dalam suatu negara menjadi faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan karena menjadi subjek dan objek pembangunan.
Akibat jumlah penduduk yang besar ada manfaat dan ada juga pemasalahan yang harus diselesaikan. Diantara banyak manfaat dari besarnya penduduk antara lain yaitu penyedian tenaga kerja dalam masalah SDA. Adapun masalah yang harus diselesaikan dengan adanya jumlah penduduk yang besar adalah, diantaranya, lahan pertanian yang berkurang akibat pembuatan rumah hunian. Cara yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah program transmigrasi.
• Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
Secara nasional pertumbuhan penduduk di Indonesia masih relatif cepat, walaupun ada kecenderungan menurun. Salah satu cara untuk mengatasi mesalah ini, pemerintah membuat program KB ( Keluarga Berencana ) untuk membatasi jumlah anak dalam keluarga, demi kesejahteraan keluarga.
• Persebaran penduduk yang tidak merata
Banyak orang-orang yang rela meninggalkan kampung halamannya demi kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya saja banya orang-orang yang pergi ke Jakarta yang wilayahnya sudah jelas. Sehingga persebaran penduduk tidak merata, wilayah Jakarta yang sudah jelas daerahnya sekian hektar, terus menerus menampung warga yang ingin mendatanginya. Sehingga daerah-daerah yang ditinggalkan tidak termanfaatkan dengan sempurna.
b. Masalah Penduduk yang Bersifat Kualitatif
• Tingkat kesehatan penduduk yang rendah
• Tingkat pendidikan yang rendah
• Tingkat kemakmuran yang rendah
3. Dampak Masalah Kependudukan
Banyak sekali dampak dari masalh kependudukan diantaranya :
Sulit untuk mencari lapangan pekerjaan
Berkurangnya lahan pertanian, dan petani lebih memilih melakukan pembakaran hutan untuk meneruskan pertaniannya tersebut, yang akan berakibat hutan yang gundul, dan berkurangnya daerah pengikisan air.
D. Pembangunan :
• Orientasi Baru Pendidikan
Pendidikan sebagai unsur penting Pembangunan Berkelanjutan
Konferensi PBB pada Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1992, yakni Konferensi Bumi (The Earth Summit) memberikan prioritas tinggi dalam Agenda 21-nya kepada peranan pendidikan dalam mencapai jenis pembangunan yang akan menghormati dan menjaga lingkungan alam. Pertemuan ini berfokus pada proses orientasi dan re-orientasi pendidikan dalam rangka membantu perkembangan nilai-nilai dan tingkah laku yang bertanggung jawab bagi lingkungan, juga untuk menggambarkan jalan dan cara melakukannya. Pada Pertemuan Tingkat Tinggi Johannesburg pada tahun 2002 visi ini telah diperluas pada upaya meraih keadilan sosial dan memerangi kemiskinan sebagai prinsip-prinsip kunci dari pembangunan yang berkelanjutan: “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengesampingkan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.
Selaras dengan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Education on Education for All), Forum Pendidikan Dunia (World Education Forum) telah mengakui bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar dan ini adalah kunci bagi pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan stabilitas, pertumbuhan sosial ekonomi, dan pembangunan bangsa. Pada pertemuan ke-57 bulan Desember 2002, Sidang Umum PBB menyatakan Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan untuk periode 2005-2014, “dengan menekankan bahwa pendidikan adalah unsur yang sangat diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan”.
Sebelum menguraikan peran khusus pendidikan berkenaan dengan pembangunan berkelanjutan, penting untuk memahami apa area-area kunci konsep ini, sebagaimana digambarkan oleh wacana internasional. Terdapat tiga area yang saling terkait dan paling sering dikenali dalam pembangunan berkelanjutan. Yaitu: masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Tiga unsur ini, ditegaskan kembali dalam Konferensi Tingkat Tinggi Johannesburg sebagai tiga pilar pembangunan berkelanjutan, memberi bentuk dan isi pada pembelajaran yang berkelanjutan di sekolah.
Tiga unsur ini menurut Ninil RM (2007)memikul sebuah proses perubahan yang terus-menerus dan berjangka panjang - pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep yang dinamis, dengan pengakuan bahwa umat manusia berada dalam suatu gerakan yang konstan. Pembangunan berkelanjutan bukanlah tentang mempertahankan status quo, tetapi lebih tentang arah dan maksud perubahan. Penekanan pada hubungan antara kemiskinan dengan persoalan pembangunan berkelanjutan merujuk pada perhatian komunitas internasional bahwa mengakhiri kemelaratan dan ketidakberdayaan menjadi perhatian kita untuk masa depan dunia seperti halnya melindungi lingkungan. Menyeimbangkan keduanya adalah tantangan pokok pembangunan berkelanjutan.
Dasar dan fondasi untuk keterkaitan tiga area ini dengan pembangunan berkelanjutan terdapat dalam dimensi Budaya. Kebudayaan – cara hidup, berhubungan, berperilaku, berkeyakinan dan bertindak yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, sejarah dan tradisi, yang didalamnya umat manusia menjalani kehidupan mereka. Ini adalah pengakuan bahwa praktek-praktek kebiasaan, identitas dan nilai-nilai – perangkat lunak pengembangan manusia – memainkan peran besar dalam menyusun dan membangun komitmen bersama. Dalam kaitan proses dan tujuan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD), penekanan pada aspek kebudayaan akan menggaris bawahi pentingnya: ESD (Education for Sustainable Development) merupakan konsep dinamis yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. ESD merupakan bagian integral dalam mencapai tiga pilar pembangunan manusia sebagaimana diusulkan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan dikukuhkan dalam KTT Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg 2002. Tiga pilar itu ialah pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup. Lebih jauh unsur budaya juga diidentifikasi sebagai tema dasar esensial ESD mengingat pentingnya ESD menyentuh para pemangku kepentingan dan mitra baru dalam kerangka lokal yang relevan.
ESD tidak bermakna sama dengan pendidikan tentang pembangunan berkelanjutan atau sekedar transfer pengetahuan. ESD berurusan dengan upaya mengubah perilaku dan gaya hidup kita bagi transformasi masyarakat yang positif. Lebih jauh, ESD tidaklah sama dengan pendidikan lingkungan hidup (Environmental Education, EE). EE hanyalah salah satu komponen saja ESD yang mencakup ragam tema seperti pendidikan untuk penanggulanan kemiskinan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, demokrasi dan pemerintahan baik.
Komisi Dunia bagi Lingkungan dan Pembangunan dalam Laporan Brundtland 1987, Masa Depan Kita Bersama, mengartikan pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa kini tanpa menghilangkan kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”, Gagasan itu berseru untuk memperbaiki kehidupan manusia masa kini dan mendatang tanpa mempertinggi pemakaian sumber daya alam melebihi daya dukung bumi.
Pada 1992 Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan, KTT Bumi I, di Rio de Janeiro mengeluarkan Agenda 21, sebuah tonggak rancangan besar mengenai pembangunan berkelanjutan bagi semua bangsa dalam memasuki abad ke-21. Naskah 500 halaman tersebut menjabarkan setiap masalah dalam keprihatinan bersama manusia dan menyarankan langkah tindak untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia: dari air bersih ke hutan; dari wisata berkelanjutan ke Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil. Tetapi ketika KTT Bumi II bertemu di Johannesburg 2002, sebuah dokumen PBB berjudul Melaksanakan agenda 21mengakui kemajuan menuju sasaran Rio “lebih lamban dari yang diperkirakan, dan dalam beberapa hal keadaannya nyatanya lebih buruk dibandingkan 10 tahun silam.”
Kurangnya aksi ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan ketrampilan kita. Inilah alasan mengapa ESD melangkah ke depan dengan sebuah desakan untuk membanting stir arah perkembangan abad lalu yang merisaukan dengan mengubah sikap dan perilaku orang. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat dinamis dan terus berkembang.
Pada 1 Maret 2005 Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura meluncurkan Dasawarsa ESD PBB (DESD) di New York. Dalam peluncuran itu, Matsuura menyatakan:
“Tujuan akhir Dasawarsa ini ialah bahwa pendidikan pembangunan berkelanjutan haruslah menjadi lebih daripada sekedar sebuah semboyan. Ia harus merupakan kenyataan konkret bagi kita semua – perorangan, organisasi, pemerintahan- dalam segala keputusan dan tindakan harian kita, sehingga terpenuhilah janji adanya sebuah planet yang berkelanjutan dan dunia yang lebih aman bagi anak, cucu, dan keturunan mereka. Para pelaku utama pembangunan berkelanjutan haruslah menempatkan peran mereka dalam pendidikan anak-anak, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal dan dalam kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Ini berarti pendidikan haruslah berubah sehingga ia mampu menanggapi masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup yang kita hadapi dalam Abad ke-21.”
Visi dasar Dasawarsa ESD ialah sebuah dunia di mana semua orang memiliki kesempatan memperoleh keuntungan dari pendidikan bagi transformasi masyarakat. Salah satu sasaran Dasawarsa ESD ialah untuk mengembangkan strategi-strategi di setiap tingkat untuk memperkuat kapasitas dalam ESD. Dasawarsa ESD memperkokoh prakarsa PBB lain yang sedang berjalan, khususnya gerakan Pendidikan untuk Semua (Education for All, EFA) dan Sasaran Pembangunan Milenium ( Millenium Development Goals, MDGs).
Pasal 36 Agenda 21 menggarisbawahi perlunya reorientasi pendidikan menuju pembangunan berkelanjutan. Seruan itu mencakup semua aliran pendidikan formal dan nonformal dan semua isu kunci sehubungan dengan pendidikan untuk pembangunan manusia berkelanjutan..
Sebagian besar masalah lingkungan hidup kita berakar dari kurangnya pendidikan kita tentang lingkungan hidup dan tentang cara-cara menuju perikehidupan yang berkelanjutan. Arti penting pendidikan untuk memajukan pembangunan berkelanjutan ditegaskan kembali di Johannesburg. Arti penting itu memperoleh makna isi Desember 2002 ketika Sidang ke-58 Majelis Umum PBB menyetujui resolusi untuk mencanangkan Dasawarsa Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan PBB mulai 2005.
Beberapa dasar Dasawarsa ESD adalah kemitraan, kepemilikan, dan kepemimpinan. Kemitraan ialah kerjasama dan seruan terwujudnya jejaring antarperorangan dan lembaga dengan latar berbeda guna memprakarsai dan melaksanakan ESD`secara berhasil. Kepemilikan menggarisbawahi kenyataan bahwa ESD milik semua karena menyentuh semua orang di masa kini dan mendatang. Kepemimpinan di semua tingkat dan semua bidang merupakan penggerak untuk memobilisasi orang, mengubah pola pikir mereka dan untuk menghasilkan karya-karya berarti.
E. Peranan Pendidikan PKLH
Peranan Pendidikan Lingkungan Hidup terhadap Kependudukan.
Proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan pendekatan lingkungan alam sekitar (PLAS). Dasar filosofis mengajar dengan mengimpelementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar adalah dari Rousseau dan Pestalozzi. Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktifitas fisika adalah faktor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan dari penjelasan buku”. Disini lingkungan sangat berperan penting dalam proses pembelajaran. Johann Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan Swiss, dengan konsef “Home School”nya, menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi juga mengajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya dengan fasilitas yang ada dilingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya sendiri juga lingkungan agar tetap seimbang. Tanpa adanya campur tangan manusia, lingkungan hidup belum tentu dapat terawat.
Makanya dari pada itu, kependudukan mesti berperan aktif dalam upaya menyalamatkan lingkungan.
Di antaranya adalah:
1. Peran sebagai pengelola, bukan penghancur lingkungan.
Saat ini, banyak sekali penduduk yang perannya tidak sesuai dengan kenyataan. Yang mestinya menjadi pengelola, malah yang menjadi pengrusaknya. Pohon ditebang, lahan dieksporitasi dan udara dibuat mengandung penyakit.
2. Peran sebagai penjaga, bukan perusak lingkungan.
Kalau dalam diri penduduk sudah sadar akan pentingnya lingkungan hidup untuk kehidupannya. Maka, mereka akan menjadi penjaga, bukan menjadi perusak demi kepentingan pribadinya.
Sebab itulah pendidikan lingkungan di butuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan kelak tidak merusak lingkungan.
Pendidikan lingkungan sangat berpengaruh tehadap kependudukan, diantaranya:
1. Aspek Kognitif
Pendidikan lingkungan mempunyai fungsi terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan kependudukan, selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.
2. Aspek Afektif
Sementara itu, Pendidikan lingkungan berfungsi juga dalam aspek afektif, yakni dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya penataan teradap kependudukan dilingkungan hidupnya.
3. Aspek Psikomotor
Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan Lingkungan cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan dalam tentang lingkungan yang ada disekitar kita, dalam upaya ningkatkan hajanah kebudayaan misalnya.
4. Asepek Minat
Dalam aspek terakhir ini juga, fungsi dari pendidikan lingkungan terhadap kependudukan, yang dalam hal ini adalah penduduknya meningkat dalam minat yang tumbuh dalam dirinya. Minat tersebut, digunakan untuk meningkatkan usaha dalam menumbuhkan kesuksesan kependudukan yang ada.
Sjarkowi (2005), mengatakan bahwa membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya, maka di seluruh penjuru nusantara perlu diselenggarakan program penghijauan kurikula (Greening The Curicules) seperti digagas Collet, J & S dan Karakhaslan (1996).
Dengan pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia pembangunan dan bobot kerjasama pro-aktif dan reaktif mereka terhadap bencana dan kerugian lingkungan pun akan dapat ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan kebangsaan maupun internasional.
Bencana lingkungan hidup seperti kebakaran, banjir, longsor dan lainya dapat merusak sumber daya alam. Sekali dimensi kelestarian sumber daya itu mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program pendidikan lingkungan, agar lingkungan terjaga keseimbangannya