Prinsip Pengembangan Kurikulum

Prinsip Pengembangan Kurikulum



Prinsip Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.





















Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3) metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.
Tujuan
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
• Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
• Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya. Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif. Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif. Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
Isi / Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
• Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
• Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
• Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
• Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
• Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
• Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
• Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
• Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
• Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
• Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
• Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
• Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
• Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
• Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
• Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
• Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
• Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
• Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
Metode atau strategi pencapain tujuan
Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual. Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok. Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Organisasi Kurikulum
Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
• Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
• Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
• Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
• Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
• Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
• Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Evaluasi
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
• prinsip - prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
• prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
• Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
• Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
• Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
• Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
• Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
• Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
• Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
• Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
• Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
• Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
• Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
• Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip-Prinsip Khusus Pengembangan Kurikulum
• Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Ketentuan/kebijakan pemerintah
Survey persepsi orang tua
Survey pandangan para ahli
Pengalaman negara lain
penelitian
• Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Penjabaran tujuan ke dalam bentuk pengalaman belajar yang diharapkan
Isi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
Disusun berdasarkan urutan logis dan sistematis
• Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Keselarasan pemilihan metode
Memperhatikan perbedaan individual
Pencapaian aspek kognitif, afektif, skills
• Prinsip berkenaan dengan pemilihan media
Ketersediaan alat yang sesuai dengan situasi
Pengorganisasian alat dan bahan
Pengintegrasian ke dalam proses
• Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Kesesuaian dengan isi dan tingkat perkembangan siswa
Waktu
Administrasi penilaian
















Manajemen Pengembangan Kurikulum

Posted Sab, 06/06/2009 - 00:00 by hariyanto

Oleh Hariyanto SMA Negeri 3 Malang


A. Interpretasi dan Pengertian Kurikulum
Interpretasi Kurikulum
Terdapat berbagai interpretasi dalam mendefinikan arti ”kurikulum”. Tergantung kepada masing-masing kepercayaan filosofi orang per orang, berikut ini adalah beberapa interpretasi tentang kurikulum :
kurikulum adalah apa yang diajarkan di sekolah
kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran/subjek
kurikulum adalah konten
kurikulum adalah program dari belajar
kurikulum adalah seperangkat materi
kurikulum adalah urutan pengajaran
kurikulum adalah tampilan dari tujuan
kurikulum adalah pengajaran
kurikulum adalah segala sesuatu yang ada dalam sekolah termasuk kegiatan ekstra kelas, bimbingan, dan hubungan antar personal
kurikulum adalah sesuatu yang diajarkan secara langsung oleh sekolah baik di dalam maupun di luar sekolah
k. kurikulum adalah segala sesuatu yang direncanakan oleh personel sekolah
l. kurikulum adalah serangkaian pengalaman yan dijalani pebelajar di sekolah
m. kurikulum adalah suatu pegalaman individual pebelajar sebagai hasil dari pembelajaran di sekolah.

Pengertian Kurikulum
Terdapat delapan definisi kurikulum menurut beberapa ahli, yaitu :
a. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
b. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
c. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
d. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan meanifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
e. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil, perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
f. Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara sistematik yang dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat pebelajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and Laurel N. Tanner dalam Oliva, 1991:7)
g. Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7).
h. Kurikulum mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal objective), urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada siswa ketika mulai belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7).

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan definisi kurikulum adalah sebagai berikut:
Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku.

B. Beberapa Isilah dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement), perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
Pengembangan kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang mirip tetapi tidak sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan.
Perencanaan kurikulum adalah fase pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada saat pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain.
Penerapan kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke dalam tindakan. Pada saat tahap perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan pola tertentu organisasi kurikulum atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan kurikulum. Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, misalnya penggunaan tim pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibuat operasional. Penerapan kurikulum juga mentermahkan rencana menjadi tindakan dalam kelas, juga aturan pergantian guru dari pekerja kurikulum menjadi instruktur.
Evaluasi kurikulum merupakan fase terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum.

C. Sepuluh Aksioma dalam Pengembangan Kurikulum
Latar belakang pengembangan kurikulum didasarkan pada sepuluh aksioma yang sudah diyakini kebenarannya dan menjadi argumentasi dan kesimpulan. Aksioma-aksioma tersebut adalah :
1. Perubahan itu tak terelakkan dan penting karena melalui perubahan bentuk kehidupan tumbuh dan berkembang.
2. Kurikulum itu sebagai produk dari masyarakat
3. Perubahan yang terjadi secara bersamaan dan ada perubahan setelah ada kurikulum baru.
4. Perubahan kurikulum terjadi karena ada perubahan dalam masyaakat.
5. Perubahan kurikulum merupakan kerja sama semua kelompok.
6. Perubahan kurikulum merupakan proses pengambilan keputusan.
7. Perubahan kurikulum bersifat berkelanjutan dan tiad akhir.
8. Perubahan kurikulum merupakan proses yang komperehensif
9. Pengembangan kurikulum dilaksanakan secara sistematis.
10. Pengembangan kurikulum beranjak dari kurikulum yang sudah ada/kurikulum yang sudah ada.

D. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum yaitu berbasis pada kabupaten/kota dan berbasis pada Sekolah. Pada masing-masing pedekatan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihan pada pendekatan yang berbasis pada kabupaten/kota adalah kesamaan antar sekolah dimungkinkan sehingga memudahkan koordinasi, memudahkan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pengawas selaku Pembina Sekolah. Sedangkan kelemahan-kelamahan pada pendekatan pengembangan kurikulum berbasis kabupaten/kota adalah tidak menutup kemungkinan belum secara tepat menyentuh perbedaan karakteristik antar Sekolah, juga sangat dimungkinkan tidak memuaskan pelanggan. Pendekatan berbasis pada Sekolah dalam pengembangan kurikulum memiliki kelebihan-kelebihan di antaranya kurikulum disusun sesuai karakteristik Sekolah, dan lebih banyak memberdayakan di level Sekolah. Sedangkan kelemahan-kelemahan pada pendekatan tersebut adalah mempersulit pengawasan dan pembinaan oleh pengawas karena keragamannya, mempersulit mutasi siswa karena perbedaan kurikulum antar Sekolah.

E. Landasan Pengembangan Kurikulum
Terdapat tiga Landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofi, landasan psikologi, dan landasan sosiologi. Masing-masing landasan sangat berperan dalam langkah pengembangan kurikulum.


1. Landasan Filosofi
Filsafat pada dasarnya adalah suatu pandangan hidup yang ada pada setiap orang. Dengan kata lain bahwa setiap orang mempunyai filsafat dalam arti pandangan hidup pada dirinya. Berkenaan dengan pendidikan, setiap orang mempunyai pandangan tertentu mengenai pendidikan. Berdasarkan pandangan hidup manusia itulah tujuan kurikulum dirumuskan.
Terdapat lima aliran filsafat pendidikan, yaitu filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme, progresivisme, dan konstruktivime. Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologi
Terdapat dua landasan psikologi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi belajar (psychology of learning) dan psikologi perkembangan. Psikologi belajar digunakan sebagai landasan dalam men-screen tujuan pembelajaran umum/standar kompetensi/SK (tentative general objective) yang sudah dirumuskan untuk merumuskan precise education (kompetensi dasar/KD), dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar yang akan dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan lebih berperan dalam pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar, yaitu pada tingkat pendidikan mana atau pada kelas berapa suatu pengalaman belajar tertentu harus diberikan karena harus sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Pada dasarnya dua landasan psikologi tersebut sangat diperlukan dalam pengebangan kurikulum yaitu pada langkah merumuskan tujuan pembelajaran, menyeleksi serta mengorganisasi pengalaman belajar.

3. Landasan Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Dengan kata lain sosiologi berkaitan dengan aspek sosial atau masyarakat.
Sosiolologi mempunyai empat perenan yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Empat peranan sosiologi tersebut adalah berperan dalam proses penyesuaian nilai-nilai dalam masyarakat, berperan dalam penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, berperan dalam penyediaan proses sosial, dan berperan dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan daerah.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami tiga sumber kurikulum yaitu siswa (student), masyarakat (society), dan konten (content). Sumber siswa lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa pada tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan perkembangan jiwa atau usianya. Sumber masyarakat lebih melihat kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan sumber konten adalah berhubungan dengan konten kurikulum yang akan dikembangkan pada tingkat pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan sosiologi digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan pembelajaran dengan memperhatikan sumber masyarakat (society source) agar kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

F. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum
Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah pertama, pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai, kedua, pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan kelima, pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).

3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.

a. Jenis Pengorganisasian Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core curriculum).
Subject Curriculum
Separate curriculum
Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu.
Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3) mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4) merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5) memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa. (6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan masalah sosial.

Corelated curriculum
Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut menjadi ‘broad field’. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru sehingga walaupun namanya ‘broad-field’ pada hakikatnya tetap separate subject-centered.

Integrated Currikulum
Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa.

Core Curriculum
Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1) adanya reaksi terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan pengetahuan. (2) Adanya perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti bersifat ‘society centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada nilai-nilai sosial, (2) struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial, (3) pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa, (4) aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.

b. Kriteria Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif
Terdapat tiga kriteria utama dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas (continuity), berurutan (sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda. Artinya pada waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan dan skil yang sama akan diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan sesuai dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Kriteria berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan kontinuitas tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi dengan tepat pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut. Kriteria terpadu (integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope pengetahuan dan skill yang diberikan kepada siswa, apabila pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling menghubungkannya, saat menghadapi suatu masalah.




c. Elemen-elemen yang Diorganisasi
Elemen-elemen yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar yang harus dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik terhadap dirinya sendiri maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan ketrampilan dalam hal ini adalah kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan data, kemampuan mengorganisasi an menginterpretasi data, ketrampilan mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara independen, ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi situasi, dan mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan.

d. Prinsip-prinsip Pengorganisasian
Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman belajar. Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological) dan aplikatif. Kronologis artinya pengalaman belajar harus diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai dengan pskologi belajar dan psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti pengalaman belajar harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa.

4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan Lewis, dan model CIPP yang didisain oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu penggambaran (delineating), perolehan (obtainin), dan penyediaan (providing); tiga kelas seting perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme); dan empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe keputusan ( planning, structuring, implementing, dan recycling).
Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja. Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu utility, feasibility, propriety, dan accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan kurikulum. Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.











DAFTAR RUJUKAN
Bafadal. Ibrahim. 2007. Catatan Kuliah Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang

Mahasiswa MPD. 2007. Kumpulan Makalah Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang

Oliva, Peter F. 1992. Developing The Curriculum 3rd Edition. New York: Harper Collins Publishers.

Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tyler, Ralph W. 1973. Basic Principles of Curriculum and Instruction. London: Lowe and Brydone (Printers) Ltd
Kepercayaan dan Ritual dalam Agama Islam

Kepercayaan dan Ritual dalam Agama Islam


 
MAKALAH
“ KEPERCAYAAN DAN RITUAL DALAM ISLAM ”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam
Dosen : Mohamad Romdhon, S.Ag

Disusun oleh: kelas 2c :
1. Yogaswara : 09512015
2. Supian : 09512038



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( STKIP ) GARUT

Jalan Pahlawan No. 32 Telp (0262)233556 Fax. (0262)540649
Tarogong –Garut



KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim.
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Illahi Robbi, yang atas petunjuk-Nya kita selalu ada dalam bimbingan-Nya, Taofik dan Hidayah-Nya. Shalawat serta salam kami curah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan tidak lupa kepada semua orang yang mengikuti jejak langkahnya.
Alhamdulillah pada kesempatan ini kami menyusun makalah yang berjudul “ Kepercayaan dan Ritual dalam Islam”.
Dalam pembahasan makalah ini kami menyajikan dengan segala keterbatasan dan kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Namun kami yakin dengan adanya keinginan dan harapan untuk mencoba pasti ada sesuatu yang didapat, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya kondusif dari semua pihak, sebagai bahan pengembangan dan pertimbangan dimasa yang akan datang.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu proses penyajian makalah ini, khususnya kepada bapak Mohamad Romdhon, S.Ag. selaku dosen mata kuliah “Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam”.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfa’at khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi semua pihak yang membacanya. Semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmatnya sehingga kita selalu ada dalam bimbingan-Nya dijalan yang benar dan diridhoi. “Amien”
Garut, Oktober 2010



Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Rumusan dan Batasan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Tujuan Makalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB II ISI
A. Iman Kepada ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Argumentasi Keberadaan ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Iman Kepada Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Takdir-Nya ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D. Ritual Dalam Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Fungsi dan Unsur-Unsur Institusi Ritual Dalam Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F. Institusi Ritual . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Berikut ini 3 argumen yang bisa kita pelajari untuk mempertahankan adanya Allah. Ingat bahwa semua argumen-argumen ini berdasarkan suatu alasan / dasar pemikiran, yaitu bahwa setiap akibat (effect) selalu terjadi oleh karena adanya suatu sebab (cause).
o Argumen pertama, disebut sebagai argument yg bersifat cosmological. Cosmological argument berkata bahwa harus ada suatu Penyebab dari apapun yang terjadi. Argument ini sendiri sebenarnya belum bisa secara pasti membuktikan bahwa Penyebab itu adalah Allah. Sebab bisa saja yang dimaksud adalah yang lain. Tapi poin penting dari argument ini adalah bahwa harus ada yang dinamakan sebagai penyebab pertama (the first cause) dari segala sesuatu yang ada yang sifatnya terbatas (finite). Dan bahwa penyebab ini haruslah dikatakan sebagai penyebab pertama dari penyebab-penyebab lainnya. Jadi dapat kita simpulkan bahwa dunia dan jagad raya ini ada permulaannya, dan penyebabnya adalah Tuhan.
o Argumen kedua disebut sebagai teleological argument. Argumen ini menyatakan bahwa setiap benda merupakan suatu rencana. Dan adanya suatu rencana membuktikan atau setidaknya menyimpulkan adanya suatu perencanaan.
o Argumen ketiga disebut sebagai Moral argument. Darimana kita bisa tahu apa yang benar dan apa yang salah? Yang pasti adalah bukan karena menurut pandangan kita masing-masing (itu adalah relativisme), melainkan kita bisa tahu karena adanya suatu hukum moral yang obyektif. Kita bisa tahu bahwa kebenaran adalah benar-benar kebenaran, dan kejahatan adalah benar-benar kejahatan.
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Di samping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilatarbelakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Oleh karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral. Sedangkan perilaku profan dilakukan secara bebas.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa tanda-tanda adanya ALLAH SWT ?
2. Apa tujuan ritual dalam Islam ?
Adapun yang menjadi batasan masalahnya yaitu :
1. Kita bisa lihat melalui Fenomena Alam Semesta Diciptakan oleh Dzat yang Maha Kuasa, melalui Ciptaan-Nya (Makhluk Hidup), dan melalui Dalil Naqli .
2. tujuan ritual dalam Islam yaitu bersyukur kepada Tuhan, mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat, meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
2. Meyakini keberadaan ALLAH SWT.
3. Menjadi lebih tahu manfaat, tujuan dan fungsi ritual dalam Islam.




















ISI

A. Iman Kepada ALLAH SWT.

Pengertian iman kepada Allah SWT secara bahasa ”Iman” berarti percaya atau yakin. Secara istilah ”Iman” berarti diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dikerjakan dengan anggota badan. Jadi, iman kepada Allah berarti percaya terhadap (adanya) Allah SWT dengan cara diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dikerjakan dengan amal (perbuatan) nyata.
Kita mengimani Rububiyah Allah SWT yang artinya bahwa Allah adalah maha pencipta, penguasa dan pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah Allah SWT yang artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma' dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang maha Indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.
Dan kita mengimani keesaan Allah SWT hal itu semua, artinya bahwa Allah SWT tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma' dan sifat-Nya.
Firman Allah SWT, yang artinya: "(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?". (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah, yang artinya: "Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat". (QS. Asy-Syura:11)




B. Argumentasi Keberadaan ALLAH SWT.

Kebanyakan orang-orang yang tidak percaya akan adanya Allah adalah mereka yang percaya kepada teori evolusi dan dengan kecenderungan suatu philosophy yang bersifat naturalism / materialism. Naturalism adalah pandangan yang tidak menerima adanya Pencipta atas jagad raya ini, melainkan apapun
yang ada, ada secara natural oleh chance / keberuntungan. Bagaimana hal
itu bisa terjadi tentunya adalah sekedar teori dan belum terbukti sama sekali. Dan klaim orang-orang ateis adalah bahwa kepercayaan kepada adanya Allah adalah suatu kepercayaan yang bersifat tidak rational. Kita tidak bisa melihat bahwa Allah itu ada dan secara filosofi memang keberadaan Allah itu tidak bisa dibuktikan dengan suatu kepastian total. Tapi hanya karena tidak ada argumen yang bisa secara 100% membuktikan Allah itu ada bukan berarti kepercayaan akan adanya Tuhan suatu bentuk kepercayaan yang tidak rational.
Kita tidak perlu harus membuktikan secara demikian bahwa Allah itu ada, melainkan kita hanya perlu memberikan suatu argumen yang rational dan yang secara konsisten bisa menjelaskan mengapa dunia bisa ada, dan sebagainya.
Dari dasar pemikiran / suatu alasan ada 3 argumen yang bisa diberikan:
1. Segala sesuatu akibat (effect) di muka bumi ini mempunyai asal mula (beginning).
2. Segala rencana di muka bumi ini merupakan bukti bahwa ada seorang yang merencanakan.
3. Adanya hukum moral disebabkan oleh adanya pribadi yang memberikan hukum moral tersebut.
Dari 3 argumen diatas, maka kita bisa menyimpulkan dengan secara rational bahwa Allah itu ada, dan jika memang demikian, maka suatu hal yang layak bagi manusia untuk yakin bahwa Tuhan itu ada.

C. Iman Kepada Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Takdir-Nya ALLAH SWT.

1. Iman Kepada Para Malaikat ALLAH.
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).

2. Iman Kepada Kitab-Kitab ALLAH.
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana



Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolak ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

3. Iman Kepada Rasul-Rasul ALLAH.
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
4. Iman Kepada Hari Akhir (Kiamat).
Iman kepada hari akhir adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

5. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari ALLAH SWT.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah SWT telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

D. Ritual Dalam Islam.

Secara umum, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua:
a. Ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam A1¬Quran dan Sunnah.
b. Ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah.
Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat, sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad Saw (rnuludan, Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji atau meninggal dunia.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam Islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga: primer, sekunder, dan tertier.
1) Ritual Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Umpamanya, salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati oleh ulama karena berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw.
2) Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah salat sunah, umpamanya bacaan dalam rukuk dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3) Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunah. Umpamanya, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Ibnu Hibban yang rnenyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, "Orang yang membaca ayat kursiy setelah salat wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Meskipun ada hadis tersebut, ulama tidak berpendapat bahwa membaca ayat kursiy setelah salat wajib adalah sunah. Karena itu, membaca ayat kursiy setelah salat wajib hanya bersifat tahsini.
Dari sudut mukalaf, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang diwajibkan kepada setiap orang, dan ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua pula, yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridho Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi; dan ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini, misalnya salat istisqa, yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Demikian ritual Islam dikaji dari beberapa aspek atau segi. Kajian tersebut pada dasarnya dapat dilakukan secara bervariasi sehingga tidak mungkin menutup perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, penempatan satu ritual pada posisi tertentu bisa berbeda-beda, karena ajaran dasar agama kita tidak menyebutnya secara eksplisit.


E. Institusi Ritual.

Sistem norma dalam agama Islam bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat Muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Daya ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk mubah, mandub, wujub, makruh dan haram. Dalam terminologi ilmu Ushul Fikih, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat sanksi. Mandub mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan mendapat pahala. Wajib adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku wajib akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi. Makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya, dan yang tidak melanggar tidak diberi pahala. Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Norma akidah tercermin dalam rukun iman yang enam. Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji. Norma muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pidana, dan politik.
Adapun norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk. Norma-norma dalam Islam yang merupakan characteristic institution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat, karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
Dari paparan singkat di atas, dapat dikemukakan beberapa contoh institusi dalam Islam yang ada di Indonesia, seperti :
a. Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan;
b. Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah;
c. Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT);
d. Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS); dan
e. Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masyarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.
Di samping itu ada juga institusi politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Umat Islam (PUI).

F. Fungsi dan Unsur-Unsur Institusi Ritual Dalam Islam.

Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
b. Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
c. Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 78), elemen institusi itu ada tiga:
1. Association (wujud konkret);
2. Characteristic institutions (sistem nilai atau norma tertentu yang dipergunakan oleh suatu associaton); dan
3. Special interest (kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi).
















PENUTUP


A. Kesimpulan.
Allah SWT maha mengetahui segala apa yang dilakukan oleh mahkluk-Nya berupa ucapan, perbuatan atau tindakan yang baik maupun yang buruk dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah SWT.


B. Saran.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
 
BAB I 
PENDAHULUAN
 
 A. Pengantar Perlunya/Latar Belakang 

Pentingnya PKLH dalam Pendidikan Entah berapa juta literkah bahan bakar yang digunakan di dunia ini untuk kebutuhan hidup manusia dalam setiap harinya, yang justru pembuangannya berakibat sangat buruk bagi kehidupan juga. Pada dasarnya manusia akan terus melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghiraukan akibat yang terjadi setelah yang mereka lakukan. Penurunan kualitas lingkungan kehidupan di bumi berlangsung terus menerus sampai hari ini sepanjang manusia belum sadar betapa pentingnya lingkungan. Eksploitasi sumber daya dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan. Hutan yang berada di Negara kita, yaitu Indonesia telah kehilangan 72% hutan alam yang areal hutannya menurun rata-rata 3,4 juta hektar pertahun. 
 
Kawasan hutan di Indonesia menurun dratis dari 144 juta hektar (tahun 1950) menjadi hanya sekitar 92,4 juta hektar (1999). Tanah, air, udara sudah tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah domestik yang berasal dari rumah hunian dan sangat berakibat buruk bagi lingkungan dan kehidupan. Sudah banyak orang-orang yang menderita penyakit yang diakibatkan karena tercemarnya lingkungan seperti tanah, air, dan udara tersebut. Lebih dari 5 juta orang terserang muntaber yang diakibatkan oleh air yang tercemar oleh bermacam-macam limbah, banjir bandang yang baru-baru ini terjadi yang mengakibatkan jiwa-jiwa hilang dan sekitar 120 juta orang (60% penduduk) menderita cacingan akibat cemaran dari tinja. Itu semua terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab tanpa memikirkan akibat yang akan dialaminya, bahkan bukan saja dirinya orang lainpun juga ikut merasakan dampak negatifnya. Adapun pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang semula bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ternyata tidak berhasil secara maksimal, justru hanya lebih banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat. 

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependudukan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Sedangkan Otto Soemarwoto (1997) mendefinisikan lingkungan hidup sebagai ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan benda tak hidup. 
 
Sementara itu, menurut Nothern Illionis University, pendidikan lingkungan hidup adalah proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antarhubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Dari batasan ini tersirat makna bahwa sasaran PKLH berdimensi tidak hanya pemahaman (kognitif) manfaat perlunya keseimbangan/keselarasan hubungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup yang ada di bumi, tetapi juga menyentuh dan malah lebih penting yaitu dengan peningkatan sikap dan nilai positif terhadap permasalahan kependudukan dan lingkungan, sehingga mendorong peserta didik melakukan beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung. 

B. Masalah Lingkungan
 
Masalah lingkungan hidup adalah suatu persoalan yang dihadapi semua bangsa di dunia baik bangsa yang maju dan berkembang. Menurut Emil Salim (1986), sudah sejak lama masyarakat Indonesia hidup akrab dengan lingkungan alam juga memiliki semangat kekeluargaan yang besar dalam lingkungan sosial, dengan kata lain masyarakat Indonesia telah menerapkan pola hidup yang serasi dengan lingkungan hidup. Lingkungan terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur abiotok, unsur biotik dan unsur sosial dan budaya. a. Unsur abiotik Unsur abiotik dengan kata lain unsur yang tidak hidup, adapun komponen-komponenya adalah: air, udara dan tanah. b. Unsur biotik Unsur biotik adalah segala sesuatu yang berada disekitar kita yang berwujud makhluk hidup. Misalnya hewan dan tumbuhan. c. Unsur sosial dan budaya Manusia adalah sebagian dari unsur-unsur ekosistem yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, seperti halnya dengan organisme lainnya, kelangsungan hidup manusia tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya. 

Pengaruh manusia terhadap lingkungan ada tiga, yaitu perusakan lingkungan, pelestarian lingkungan, dan perbaikan lingkungan. 
• Kerusakan lingkungan atau masalah lingkungan Beberapa bentuk kerusakan lingkungan, antara lain kerusakan lingkungan lahan, kerusakan lingkungan air, dan kerusakan lingkungan udara. 

 1. Kerusakan lingkungan lahan 
Beberapa hal yang menyebabkan rusaknya lingkungan lahan hingga mengakibatkan lahan kritis, antara lain adanya : 
 Penebangan hutan oleh masyarakat petani untuk memperoleh lahan pertanian baru. 
 Penebangan hutan yang dilakukan para pengusaha tanpa memerhatikan tebang pilih, berakibat hutan menjadi lahan gundul, hewan banyak yang mati. Akibat lainnya adalah akan mengakibatkan tanah longsor dan banjir pada waktu musim penghujan, karena sudah tidak ada daerah resapan air sehingga air langsung mengalkir di daerah permukaan. Sehingga pada waktu musim kemarau air akan sulit didapat baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk pertanian dan indrustri. 

 2. Kerusakan lingkungan air 
Hal paling utama yang menyebabkan kerusakan lingkungan air adalah pembuangan limbah yang mengakibatkan pencemaran uar, yang sangat berbahaya bagi kehidupan. 

 3. Kerusakan lingkungan udara 
Hal utama yang menyebabkan kerusakan lingkungan udara adalah pembuanagn limbah gas mesin yang di hasilkan dari industri-industri, asap kendaran, terlalu banyaknya bahan kimia yanjg digunakan juga berpengaruh terhadap lingkungan, misalnya parfum. 

Contoh Pelestarian Lingkungan Untuk mengatasi dan menjaga agar sumber daya alam dan lingkungan tetap lestari, masyarakat harus : 
1. menjaga agar tidak merusak lingkungan, 
2. memelihara dan mengembangkan agar sebagai sumber daya alam tetap tersedia, 
3. daya guna dan hasil guna harus dilihat dalam batas-batas yang optimal, 
4. tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain, 
5. pilihan penggunaan sumber daya alam guna persiapan di masa depan. 

C. Masalah Kependudukan
 
1. Pengertian Masalah Kependudukan Penduduk suatu negara merupakan objek dan subjek pembangunan. Sebagai objek artinya penduduk merupakan faktor yang harus dibangun atau ditingkatkan kualitasnya, sebagai subjek penduduk merupakan faktor pelaku proses pembangunan. Dilihat dari sisi lain, penduduk merupakan beban sekaligus potensi bagi suatu negara. Dikatakan beban karena negara harus memberikan pelayanan kepada penduduknya, dan dianggap sebagai potensi karena penduduk merupakan faktor kekuatan negara dari unsur SDM. Apabila suatu negara tingkat pertumbuhannya sangat tinggi, negara tersebut mengalami masalah kependudukan. Karena wilayah yang sudah tersedia tidak kuat lagi menampung penduduk. Sebaliknya jika pertumbuhan di suatu negara rendah atau negatif ( semakin berkurang ), ini juga menimbulkan masalah. Sebab penduduk negara tersebut akan habis. Begitulah permasalahn kependudukan yang terjadi pada sebuah negara. Jadi masalah kependudukan adalah masalah yang berhubungan dengan dinamika keadaan penduduk. 

2. Masalah Kependudukan di Indonesia Jumlah penduduk yang besar bukanlah suatu masalah, sebab apabila semua penduduknya memiliki kualitas SDM yang baik maka justru akan memberikan kontribusi kepada negara. 

Masalah kependudukan di Indonesia adalah sebagai berikut 
a. Masalah Penduduk yang Bersifat Kuantitatif • Jumlah penduduk besar Penduduk dalam suatu negara menjadi faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan karena menjadi subjek dan objek pembangunan. Akibat jumlah penduduk yang besar ada manfaat dan ada juga pemasalahan yang harus diselesaikan. Diantara banyak manfaat dari besarnya penduduk antara lain yaitu penyedian tenaga kerja dalam masalah SDA. Adapun masalah yang harus diselesaikan dengan adanya jumlah penduduk yang besar adalah, diantaranya, lahan pertanian yang berkurang akibat pembuatan rumah hunian. Cara yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah program transmigrasi. • Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat Secara nasional pertumbuhan penduduk di Indonesia masih relatif cepat, walaupun ada kecenderungan menurun. Salah satu cara untuk mengatasi mesalah ini, pemerintah membuat program KB ( Keluarga Berencana ) untuk membatasi jumlah anak dalam keluarga, demi kesejahteraan keluarga. • Persebaran penduduk yang tidak merata Banyak orang-orang yang rela meninggalkan kampung halamannya demi kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya saja banya orang-orang yang pergi ke Jakarta yang wilayahnya sudah jelas. Sehingga persebaran penduduk tidak merata, wilayah Jakarta yang sudah jelas daerahnya sekian hektar, terus menerus menampung warga yang ingin mendatanginya. Sehingga daerah-daerah yang ditinggalkan tidak termanfaatkan dengan sempurna. 

b. Masalah Penduduk yang Bersifat Kualitatif 
• Tingkat kesehatan penduduk yang rendah • Tingkat pendidikan yang rendah • Tingkat kemakmuran yang rendah 3. Dampak Masalah Kependudukan Banyak sekali dampak dari masalh kependudukan diantaranya :  Sulit untuk mencari lapangan pekerjaan  Berkurangnya lahan pertanian, dan petani lebih memilih melakukan pembakaran hutan untuk meneruskan pertaniannya tersebut, yang akan berakibat hutan yang gundul, dan berkurangnya daerah pengikisan air. D. Pembangunan : • Orientasi Baru Pendidikan Pendidikan sebagai unsur penting Pembangunan Berkelanjutan Konferensi PBB pada Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1992, yakni Konferensi Bumi (The Earth Summit) memberikan prioritas tinggi dalam Agenda 21-nya kepada peranan pendidikan dalam mencapai jenis pembangunan yang akan menghormati dan menjaga lingkungan alam. Pertemuan ini berfokus pada proses orientasi dan re-orientasi pendidikan dalam rangka membantu perkembangan nilai-nilai dan tingkah laku yang bertanggung jawab bagi lingkungan, juga untuk menggambarkan jalan dan cara melakukannya. Pada Pertemuan Tingkat Tinggi Johannesburg pada tahun 2002 visi ini telah diperluas pada upaya meraih keadilan sosial dan memerangi kemiskinan sebagai prinsip-prinsip kunci dari pembangunan yang berkelanjutan: “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengesampingkan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. Selaras dengan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Education on Education for All), Forum Pendidikan Dunia (World Education Forum) telah mengakui bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar dan ini adalah kunci bagi pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan stabilitas, pertumbuhan sosial ekonomi, dan pembangunan bangsa. Pada pertemuan ke-57 bulan Desember 2002, Sidang Umum PBB menyatakan Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan untuk periode 2005-2014, “dengan menekankan bahwa pendidikan adalah unsur yang sangat diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan”. Sebelum menguraikan peran khusus pendidikan berkenaan dengan pembangunan berkelanjutan, penting untuk memahami apa area-area kunci konsep ini, sebagaimana digambarkan oleh wacana internasional. Terdapat tiga area yang saling terkait dan paling sering dikenali dalam pembangunan berkelanjutan. Yaitu: masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Tiga unsur ini, ditegaskan kembali dalam Konferensi Tingkat Tinggi Johannesburg sebagai tiga pilar pembangunan berkelanjutan, memberi bentuk dan isi pada pembelajaran yang berkelanjutan di sekolah. Tiga unsur ini menurut Ninil RM (2007)memikul sebuah proses perubahan yang terus-menerus dan berjangka panjang - pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep yang dinamis, dengan pengakuan bahwa umat manusia berada dalam suatu gerakan yang konstan. Pembangunan berkelanjutan bukanlah tentang mempertahankan status quo, tetapi lebih tentang arah dan maksud perubahan. Penekanan pada hubungan antara kemiskinan dengan persoalan pembangunan berkelanjutan merujuk pada perhatian komunitas internasional bahwa mengakhiri kemelaratan dan ketidakberdayaan menjadi perhatian kita untuk masa depan dunia seperti halnya melindungi lingkungan. Menyeimbangkan keduanya adalah tantangan pokok pembangunan berkelanjutan. Dasar dan fondasi untuk keterkaitan tiga area ini dengan pembangunan berkelanjutan terdapat dalam dimensi Budaya. Kebudayaan – cara hidup, berhubungan, berperilaku, berkeyakinan dan bertindak yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, sejarah dan tradisi, yang didalamnya umat manusia menjalani kehidupan mereka. Ini adalah pengakuan bahwa praktek-praktek kebiasaan, identitas dan nilai-nilai – perangkat lunak pengembangan manusia – memainkan peran besar dalam menyusun dan membangun komitmen bersama. Dalam kaitan proses dan tujuan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD), penekanan pada aspek kebudayaan akan menggaris bawahi pentingnya: ESD (Education for Sustainable Development) merupakan konsep dinamis yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. ESD merupakan bagian integral dalam mencapai tiga pilar pembangunan manusia sebagaimana diusulkan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan dikukuhkan dalam KTT Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg 2002. Tiga pilar itu ialah pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup. Lebih jauh unsur budaya juga diidentifikasi sebagai tema dasar esensial ESD mengingat pentingnya ESD menyentuh para pemangku kepentingan dan mitra baru dalam kerangka lokal yang relevan. ESD tidak bermakna sama dengan pendidikan tentang pembangunan berkelanjutan atau sekedar transfer pengetahuan. ESD berurusan dengan upaya mengubah perilaku dan gaya hidup kita bagi transformasi masyarakat yang positif. Lebih jauh, ESD tidaklah sama dengan pendidikan lingkungan hidup (Environmental Education, EE). EE hanyalah salah satu komponen saja ESD yang mencakup ragam tema seperti pendidikan untuk penanggulanan kemiskinan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, demokrasi dan pemerintahan baik. Komisi Dunia bagi Lingkungan dan Pembangunan dalam Laporan Brundtland 1987, Masa Depan Kita Bersama, mengartikan pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa kini tanpa menghilangkan kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”, Gagasan itu berseru untuk memperbaiki kehidupan manusia masa kini dan mendatang tanpa mempertinggi pemakaian sumber daya alam melebihi daya dukung bumi. Pada 1992 Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan, KTT Bumi I, di Rio de Janeiro mengeluarkan Agenda 21, sebuah tonggak rancangan besar mengenai pembangunan berkelanjutan bagi semua bangsa dalam memasuki abad ke-21. Naskah 500 halaman tersebut menjabarkan setiap masalah dalam keprihatinan bersama manusia dan menyarankan langkah tindak untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia: dari air bersih ke hutan; dari wisata berkelanjutan ke Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil. Tetapi ketika KTT Bumi II bertemu di Johannesburg 2002, sebuah dokumen PBB berjudul Melaksanakan agenda 21mengakui kemajuan menuju sasaran Rio “lebih lamban dari yang diperkirakan, dan dalam beberapa hal keadaannya nyatanya lebih buruk dibandingkan 10 tahun silam.” Kurangnya aksi ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan ketrampilan kita. Inilah alasan mengapa ESD melangkah ke depan dengan sebuah desakan untuk membanting stir arah perkembangan abad lalu yang merisaukan dengan mengubah sikap dan perilaku orang. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat dinamis dan terus berkembang. Pada 1 Maret 2005 Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura meluncurkan Dasawarsa ESD PBB (DESD) di New York. Dalam peluncuran itu, Matsuura menyatakan: “Tujuan akhir Dasawarsa ini ialah bahwa pendidikan pembangunan berkelanjutan haruslah menjadi lebih daripada sekedar sebuah semboyan. Ia harus merupakan kenyataan konkret bagi kita semua – perorangan, organisasi, pemerintahan- dalam segala keputusan dan tindakan harian kita, sehingga terpenuhilah janji adanya sebuah planet yang berkelanjutan dan dunia yang lebih aman bagi anak, cucu, dan keturunan mereka. Para pelaku utama pembangunan berkelanjutan haruslah menempatkan peran mereka dalam pendidikan anak-anak, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal dan dalam kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Ini berarti pendidikan haruslah berubah sehingga ia mampu menanggapi masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup yang kita hadapi dalam Abad ke-21.” Visi dasar Dasawarsa ESD ialah sebuah dunia di mana semua orang memiliki kesempatan memperoleh keuntungan dari pendidikan bagi transformasi masyarakat. Salah satu sasaran Dasawarsa ESD ialah untuk mengembangkan strategi-strategi di setiap tingkat untuk memperkuat kapasitas dalam ESD. Dasawarsa ESD memperkokoh prakarsa PBB lain yang sedang berjalan, khususnya gerakan Pendidikan untuk Semua (Education for All, EFA) dan Sasaran Pembangunan Milenium ( Millenium Development Goals, MDGs). Pasal 36 Agenda 21 menggarisbawahi perlunya reorientasi pendidikan menuju pembangunan berkelanjutan. Seruan itu mencakup semua aliran pendidikan formal dan nonformal dan semua isu kunci sehubungan dengan pendidikan untuk pembangunan manusia berkelanjutan.. Sebagian besar masalah lingkungan hidup kita berakar dari kurangnya pendidikan kita tentang lingkungan hidup dan tentang cara-cara menuju perikehidupan yang berkelanjutan. Arti penting pendidikan untuk memajukan pembangunan berkelanjutan ditegaskan kembali di Johannesburg. Arti penting itu memperoleh makna isi Desember 2002 ketika Sidang ke-58 Majelis Umum PBB menyetujui resolusi untuk mencanangkan Dasawarsa Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan PBB mulai 2005. Beberapa dasar Dasawarsa ESD adalah kemitraan, kepemilikan, dan kepemimpinan. Kemitraan ialah kerjasama dan seruan terwujudnya jejaring antarperorangan dan lembaga dengan latar berbeda guna memprakarsai dan melaksanakan ESD`secara berhasil. Kepemilikan menggarisbawahi kenyataan bahwa ESD milik semua karena menyentuh semua orang di masa kini dan mendatang. Kepemimpinan di semua tingkat dan semua bidang merupakan penggerak untuk memobilisasi orang, mengubah pola pikir mereka dan untuk menghasilkan karya-karya berarti. 
 
E. Peranan Pendidikan PKLH Peranan Pendidikan Lingkungan Hidup terhadap Kependudukan. 
 
Proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan pendekatan lingkungan alam sekitar (PLAS). Dasar filosofis mengajar dengan mengimpelementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar adalah dari Rousseau dan Pestalozzi. Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktifitas fisika adalah faktor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan dari penjelasan buku”. Disini lingkungan sangat berperan penting dalam proses pembelajaran. Johann Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan Swiss, dengan konsef “Home School”nya, menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi juga mengajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya dengan fasilitas yang ada dilingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya sendiri juga lingkungan agar tetap seimbang. Tanpa adanya campur tangan manusia, lingkungan hidup belum tentu dapat terawat. 

Makanya dari pada itu, kependudukan mesti berperan aktif dalam upaya menyalamatkan lingkungan. Di antaranya adalah: 

1. Peran sebagai pengelola, bukan penghancur lingkungan. Saat ini, banyak sekali penduduk yang perannya tidak sesuai dengan kenyataan. Yang mestinya menjadi pengelola, malah yang menjadi pengrusaknya. Pohon ditebang, lahan dieksporitasi dan udara dibuat mengandung penyakit. 

2. Peran sebagai penjaga, bukan perusak lingkungan. Kalau dalam diri penduduk sudah sadar akan pentingnya lingkungan hidup untuk kehidupannya. Maka, mereka akan menjadi penjaga, bukan menjadi perusak demi kepentingan pribadinya. Sebab itulah pendidikan lingkungan di butuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan kelak tidak merusak lingkungan. 

Pendidikan lingkungan sangat berpengaruh tehadap kependudukan, diantaranya: 
1. Aspek Kognitif Pendidikan lingkungan mempunyai fungsi terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan kependudukan, selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya. 

2. Aspek Afektif Sementara itu, Pendidikan lingkungan berfungsi juga dalam aspek afektif, yakni dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya penataan teradap kependudukan dilingkungan hidupnya. 

3. Aspek Psikomotor Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan Lingkungan cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan dalam tentang lingkungan yang ada disekitar kita, dalam upaya ningkatkan hajanah kebudayaan misalnya. 

4. Asepek Minat Dalam aspek terakhir ini juga, fungsi dari pendidikan lingkungan terhadap kependudukan, yang dalam hal ini adalah penduduknya meningkat dalam minat yang tumbuh dalam dirinya. Minat tersebut, digunakan untuk meningkatkan usaha dalam menumbuhkan kesuksesan kependudukan yang ada. Sjarkowi (2005), mengatakan bahwa membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya, maka di seluruh penjuru nusantara perlu diselenggarakan program penghijauan kurikula (Greening The Curicules) seperti digagas Collet, J & S dan Karakhaslan (1996). 

Dengan pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia pembangunan dan bobot kerjasama pro-aktif dan reaktif mereka terhadap bencana dan kerugian lingkungan pun akan dapat ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan kebangsaan maupun internasional. Bencana lingkungan hidup seperti kebakaran, banjir, longsor dan lainya dapat merusak sumber daya alam. Sekali dimensi kelestarian sumber daya itu mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program pendidikan lingkungan, agar lingkungan terjaga keseimbangannya