Kepercayaan dan Ritual dalam Agama Islam
MAKALAH
“ KEPERCAYAAN DAN RITUAL DALAM ISLAM ”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam
Dosen : Mohamad Romdhon, S.Ag
Disusun oleh: kelas 2c :
1. Yogaswara : 09512015
2. Supian : 09512038
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( STKIP ) GARUT
Jalan Pahlawan No. 32 Telp (0262)233556 Fax. (0262)540649
Tarogong –Garut
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim.
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Illahi Robbi, yang atas petunjuk-Nya kita selalu ada dalam bimbingan-Nya, Taofik dan Hidayah-Nya. Shalawat serta salam kami curah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan tidak lupa kepada semua orang yang mengikuti jejak langkahnya.
Alhamdulillah pada kesempatan ini kami menyusun makalah yang berjudul “ Kepercayaan dan Ritual dalam Islam”.
Dalam pembahasan makalah ini kami menyajikan dengan segala keterbatasan dan kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Namun kami yakin dengan adanya keinginan dan harapan untuk mencoba pasti ada sesuatu yang didapat, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya kondusif dari semua pihak, sebagai bahan pengembangan dan pertimbangan dimasa yang akan datang.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu proses penyajian makalah ini, khususnya kepada bapak Mohamad Romdhon, S.Ag. selaku dosen mata kuliah “Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam”.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfa’at khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi semua pihak yang membacanya. Semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmatnya sehingga kita selalu ada dalam bimbingan-Nya dijalan yang benar dan diridhoi. “Amien”
Garut, Oktober 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Rumusan dan Batasan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Tujuan Makalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II ISI
A. Iman Kepada ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Argumentasi Keberadaan ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Iman Kepada Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Takdir-Nya ALLAH SWT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D. Ritual Dalam Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Fungsi dan Unsur-Unsur Institusi Ritual Dalam Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F. Institusi Ritual . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Berikut ini 3 argumen yang bisa kita pelajari untuk mempertahankan adanya Allah. Ingat bahwa semua argumen-argumen ini berdasarkan suatu alasan / dasar pemikiran, yaitu bahwa setiap akibat (effect) selalu terjadi oleh karena adanya suatu sebab (cause).
o Argumen pertama, disebut sebagai argument yg bersifat cosmological. Cosmological argument berkata bahwa harus ada suatu Penyebab dari apapun yang terjadi. Argument ini sendiri sebenarnya belum bisa secara pasti membuktikan bahwa Penyebab itu adalah Allah. Sebab bisa saja yang dimaksud adalah yang lain. Tapi poin penting dari argument ini adalah bahwa harus ada yang dinamakan sebagai penyebab pertama (the first cause) dari segala sesuatu yang ada yang sifatnya terbatas (finite). Dan bahwa penyebab ini haruslah dikatakan sebagai penyebab pertama dari penyebab-penyebab lainnya. Jadi dapat kita simpulkan bahwa dunia dan jagad raya ini ada permulaannya, dan penyebabnya adalah Tuhan.
o Argumen kedua disebut sebagai teleological argument. Argumen ini menyatakan bahwa setiap benda merupakan suatu rencana. Dan adanya suatu rencana membuktikan atau setidaknya menyimpulkan adanya suatu perencanaan.
o Argumen ketiga disebut sebagai Moral argument. Darimana kita bisa tahu apa yang benar dan apa yang salah? Yang pasti adalah bukan karena menurut pandangan kita masing-masing (itu adalah relativisme), melainkan kita bisa tahu karena adanya suatu hukum moral yang obyektif. Kita bisa tahu bahwa kebenaran adalah benar-benar kebenaran, dan kejahatan adalah benar-benar kejahatan.
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Di samping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilatarbelakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Oleh karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral. Sedangkan perilaku profan dilakukan secara bebas.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa tanda-tanda adanya ALLAH SWT ?
2. Apa tujuan ritual dalam Islam ?
Adapun yang menjadi batasan masalahnya yaitu :
1. Kita bisa lihat melalui Fenomena Alam Semesta Diciptakan oleh Dzat yang Maha Kuasa, melalui Ciptaan-Nya (Makhluk Hidup), dan melalui Dalil Naqli .
2. tujuan ritual dalam Islam yaitu bersyukur kepada Tuhan, mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat, meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
2. Meyakini keberadaan ALLAH SWT.
3. Menjadi lebih tahu manfaat, tujuan dan fungsi ritual dalam Islam.
ISI
A. Iman Kepada ALLAH SWT.
Pengertian iman kepada Allah SWT secara bahasa ”Iman” berarti percaya atau yakin. Secara istilah ”Iman” berarti diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dikerjakan dengan anggota badan. Jadi, iman kepada Allah berarti percaya terhadap (adanya) Allah SWT dengan cara diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dikerjakan dengan amal (perbuatan) nyata.
Kita mengimani Rububiyah Allah SWT yang artinya bahwa Allah adalah maha pencipta, penguasa dan pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah Allah SWT yang artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma' dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang maha Indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.
Dan kita mengimani keesaan Allah SWT hal itu semua, artinya bahwa Allah SWT tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma' dan sifat-Nya.
Firman Allah SWT, yang artinya: "(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?". (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah, yang artinya: "Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat". (QS. Asy-Syura:11)
B. Argumentasi Keberadaan ALLAH SWT.
Kebanyakan orang-orang yang tidak percaya akan adanya Allah adalah mereka yang percaya kepada teori evolusi dan dengan kecenderungan suatu philosophy yang bersifat naturalism / materialism. Naturalism adalah pandangan yang tidak menerima adanya Pencipta atas jagad raya ini, melainkan apapun
yang ada, ada secara natural oleh chance / keberuntungan. Bagaimana hal
itu bisa terjadi tentunya adalah sekedar teori dan belum terbukti sama sekali. Dan klaim orang-orang ateis adalah bahwa kepercayaan kepada adanya Allah adalah suatu kepercayaan yang bersifat tidak rational. Kita tidak bisa melihat bahwa Allah itu ada dan secara filosofi memang keberadaan Allah itu tidak bisa dibuktikan dengan suatu kepastian total. Tapi hanya karena tidak ada argumen yang bisa secara 100% membuktikan Allah itu ada bukan berarti kepercayaan akan adanya Tuhan suatu bentuk kepercayaan yang tidak rational.
Kita tidak perlu harus membuktikan secara demikian bahwa Allah itu ada, melainkan kita hanya perlu memberikan suatu argumen yang rational dan yang secara konsisten bisa menjelaskan mengapa dunia bisa ada, dan sebagainya.
Dari dasar pemikiran / suatu alasan ada 3 argumen yang bisa diberikan:
1. Segala sesuatu akibat (effect) di muka bumi ini mempunyai asal mula (beginning).
2. Segala rencana di muka bumi ini merupakan bukti bahwa ada seorang yang merencanakan.
3. Adanya hukum moral disebabkan oleh adanya pribadi yang memberikan hukum moral tersebut.
Dari 3 argumen diatas, maka kita bisa menyimpulkan dengan secara rational bahwa Allah itu ada, dan jika memang demikian, maka suatu hal yang layak bagi manusia untuk yakin bahwa Tuhan itu ada.
C. Iman Kepada Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Takdir-Nya ALLAH SWT.
1. Iman Kepada Para Malaikat ALLAH.
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
2. Iman Kepada Kitab-Kitab ALLAH.
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana
Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolak ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
3. Iman Kepada Rasul-Rasul ALLAH.
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
4. Iman Kepada Hari Akhir (Kiamat).
Iman kepada hari akhir adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
5. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari ALLAH SWT.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah SWT telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)
D. Ritual Dalam Islam.
Secara umum, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi dua:
a. Ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam A1¬Quran dan Sunnah.
b. Ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah.
Salah satu contoh ritual bentuk pertama adalah salat, sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad Saw (rnuludan, Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji atau meninggal dunia.
Selain perbedaan tersebut, ritual dalam Islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga: primer, sekunder, dan tertier.
1) Ritual Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Umpamanya, salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati oleh ulama karena berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw.
2) Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah salat sunah, umpamanya bacaan dalam rukuk dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3) Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunah. Umpamanya, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Ibnu Hibban yang rnenyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, "Orang yang membaca ayat kursiy setelah salat wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Meskipun ada hadis tersebut, ulama tidak berpendapat bahwa membaca ayat kursiy setelah salat wajib adalah sunah. Karena itu, membaca ayat kursiy setelah salat wajib hanya bersifat tahsini.
Dari sudut mukalaf, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang diwajibkan kepada setiap orang, dan ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua pula, yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridho Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi; dan ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini, misalnya salat istisqa, yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Demikian ritual Islam dikaji dari beberapa aspek atau segi. Kajian tersebut pada dasarnya dapat dilakukan secara bervariasi sehingga tidak mungkin menutup perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, penempatan satu ritual pada posisi tertentu bisa berbeda-beda, karena ajaran dasar agama kita tidak menyebutnya secara eksplisit.
E. Institusi Ritual.
Sistem norma dalam agama Islam bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat Muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Daya ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk mubah, mandub, wujub, makruh dan haram. Dalam terminologi ilmu Ushul Fikih, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat sanksi. Mandub mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan mendapat pahala. Wajib adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku wajib akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi. Makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya, dan yang tidak melanggar tidak diberi pahala. Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Norma akidah tercermin dalam rukun iman yang enam. Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji. Norma muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pidana, dan politik.
Adapun norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk. Norma-norma dalam Islam yang merupakan characteristic institution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat, karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
Dari paparan singkat di atas, dapat dikemukakan beberapa contoh institusi dalam Islam yang ada di Indonesia, seperti :
a. Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan;
b. Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah;
c. Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT);
d. Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS); dan
e. Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masyarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.
Di samping itu ada juga institusi politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Umat Islam (PUI).
F. Fungsi dan Unsur-Unsur Institusi Ritual Dalam Islam.
Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
b. Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
c. Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 78), elemen institusi itu ada tiga:
1. Association (wujud konkret);
2. Characteristic institutions (sistem nilai atau norma tertentu yang dipergunakan oleh suatu associaton); dan
3. Special interest (kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi).
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Allah SWT maha mengetahui segala apa yang dilakukan oleh mahkluk-Nya berupa ucapan, perbuatan atau tindakan yang baik maupun yang buruk dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah SWT.
B. Saran.